Lombok Timur (Inside Lombok) – Pemerintah Kabupaten Lombok Timur (Lotim) bersama Institut Lingkaran Pendidikan Alternatif untuk Perempuan (KAPAL) dan Lembaga Pengembangan Sumber Daya Mitra (LPSDM) NTB menegaskan komitmen untuk menghapus praktik perkawinan anak yang masih marak terjadi di daerah ini.
Kepala desa (Kades) dan kepala wilayah (Kawil) dipandang sebagai aktor kunci pencegahan karena peran mereka sangat menentukan dalam proses administrasi pernikahan. Sebanyak 200 kades dan Kawil dari desa dengan kasus perkawinan anak tertinggi mengikuti penguatan kapasitas yang digelar pada Selasa (9/9/2025) di Ballroom Kantor Bupati Lotim. Kegiatan ini bertujuan agar para pemimpin desa mampu menjadi benteng pertama dalam mencegah terjadinya perkawinan anak.
Sekda Lotim, Juani Taopik, menegaskan bahwa perkawinan anak merupakan persoalan mendasar yang berdampak pada pendidikan, kesehatan, hingga angka kematian ibu dan anak. “Kita harus bersama-sama mengatasinya, terutama melalui peran Kades dan Kawil sebagai garda terdepan,” katanya.
Direktur Institut KAPAL Perempuan, Budhis Utami, menyampaikan bahwa perkawinan anak merampas hak anak perempuan atas kesehatan, pendidikan, dan masa depan. “Menghentikan perkawinan anak berarti memutus mata rantai kemiskinan dan risiko kesehatan lintas generasi,” tegasnya.
Hal senada disampaikan Direktur LPSDM, Ririn Hayudiani, ia mengatakan bahwa Kades dan Kawil harus berani menolak dan tidak memberi izin jika terdapat perkawinan anak. Sementara itu, seorang dokter kandungan, dr. Khoiron Tamami, menyoroti risiko medis berat akibat praktik ini, mulai dari pendarahan saat persalinan hingga depresi pasca melahirkan.
Kegiatan tersebut juga membahas aspek hukum sesuai UU TPKS yang menegaskan perkawinan anak sebagai tindak pidana kekerasan seksual. Selain itu, peserta diberi pemahaman terkait dampak sosial-ekonomi, risiko stunting, hingga rendahnya capaian pendidikan yang diakibatkan perkawinan anak. Melalui penguatan peran Kades dan Kawil, Pemda Lotim menargetkan lahirnya gerakan kolektif di tingkat desa untuk menekan angka perkawinan anak dan menyelamatkan generasi muda dari dampak buruknya.

