Lombok Timur (Inside Lombok) – Kasus stunting yang dialami bayi-balita menjadi salah satu masalah kesehatan yang diatensi di Indonesia, termasuk di Lombok Timur (Lotim). Sebagai salah satu kabupaten dengan angka kasus stunting yang cukup tinggi di NTB, berbagai upaya pun dilakukan pemda setempat untuk mengatasi masalah itu.
Berdasarkan data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Lotim, sampai dengan Februari 2024 angka stunting di Lotim mencapai 15,9 persen atau 18.808 orang penderita.
Kemudian berdasarkan data Elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM) angka stunting di Lotim sampai dengan akhir 2023 mencapai 16,18 persen, sehingga angka tersebut diyakini masih rendah jika dibandingkan dengan angka persentase nasional yang berada pada angka 21,6 persen.
Pemerintah pusat sendiri pada akhir tahun mengharuskan angka stunting dapat diturunkan ke angka 14 persen. Berdasarkan angka tersebut, Kepala DP3AKB Lotim, Ahmat mengaku optimis dapat mencapai angka tersebut sampai dengan penghujung tahun 2024 ini. “Berdasarkan data versi e-PPGBM kita optimis dapat mencapainya tahun ini,” tuturnya.
Dikatakan Ahmat, salah satu faktor terbesar penyebab terjadinya stunting adalah minimnya capaian program keluarga berencana (KB) pasca persalinan di Lotim yang menyebabkan jarak kehamilan menjadi singkat dan rentan terjadinya stunting. “Jarak kehamilan tentunya sangat berpengaruh, banyak kejadian di Lotim baru melahirkan sudah hamil lagi pada satu tahun berikutnya, tentu itu berpotensi terjadinya stunting,” ungkapnya.
Demi memenuhi target data dari e-PPGBM, salah satu program penurunan stunting yang terus dimaksimalkan yakni penggunaan KB pasca persalinan, sehingga nanti dapat mengurangi potensi adanya kenaikan kasus. “Jadi nanti begitu selesai melahirkan akan langsung dipasangkan KB,” pungkasnya. (den)