Lombok Utara (Inside Lombok)- Angka stunting di Kabupaten Lombok Utara (KLU) mengalami kenaikan signifikan berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), yang kini berada di 35,2 persen. Lonjakan ini mendorong Pemerintah KLU untuk mengintensifkan intervensi dan menggandeng berbagai pihak, termasuk organisasi masyarakat, dalam upaya menekan kasus stunting.
Sekretaris Daerah (Sekda) KLU, Anding Duwi Cahyadi, menyatakan bahwa kenaikan angka ini bukan data yang bisa dibanggakan, melainkan alarm bagi semua pihak untuk bertindak. “Angka stunting kita naik 35,2 persen. Data ini tentu bukan data yang membanggakan, ini data yang harus kita intervensi secara masif,” ujarnya, Kamis (28/8).
Lebih lanjut, Pemprov NTB telah menunjuk dua desa di KLU, yaitu Desa Senaru dan Desa Malaka, sebagai wilayah binaan untuk penanganan stunting. Ironisnya, kedua desa tersebut merupakan kawasan pariwisata yang seharusnya memiliki tingkat kesejahteraan tinggi. “Sangat kita sayangkan, ini dua-duanya adalah daerah pariwisata. Itu berbanding terbalik, seharusnya daerah yang kaya, tingkat kesejahteraan tinggi, tentu masyarakatnya sehat-sehat juga, tapi ini sebaliknya,” ungkapnya.
Menurutnya, dua faktor utama yang memicu stunting adalah kemiskinan dan pola perilaku masyarakat. Anding menyoroti kebiasaan masyarakat yang lebih mengutamakan mengumpulkan uang untuk acara adat (begawe) daripada untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga. “Teman-teman kita bukan hanya di daerah Bayan, tapi juga kecamatan lainnya, kaitan dengan perilaku ini (mereka) mengumpulkan uang untuk gawe (pesta,red) bukan untuk mengkonsumsi makanan yang sehat. Satu kali gawe mereka 5-10 tahun menabungnya,” jelasnya.
Ditambahkan, Kepala Dinas Kesehatan KLU, dr. H. Lalu Bahrudin, mengakui bahwa tingginya angka stunting berdasarkan data SSGI, meskipun data internal Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) menunjukkan angka yang lebih rendah. Pihaknya kini lebih terbuka untuk berkolaborasi dengan berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan pemerhati, seperti Muslimat NU yang baru saja dilakukan pengukuhan para anggotanya dan sosialisasi kader ibu asuh anak terindikasi stunting, peduli lingkungan sehat serta edukasi gizi dan peruntukan kental manis. “Kondisi kita saat ini sesuai data yang dirilis SSGI itu lumayan tinggi data stunting ini. Memang kita harus bersama-sama makanya kami saat ini lebih banyak welcome terhadap teman-teman NGO, pemerhati, seperti Muslimat NU,” ujarnya.
Selain itu, ada juga beberapa program dari Pemkab KLU dalam menekan angka stunting. Yakni program Posyandu Stunting terus digerakkan secara masif oleh Dinas Kesehatan dan Puskesmas. Fokus utama saat ini adalah mengubah perilaku ibu-ibu dalam hal pola asuh anak, serta memastikan asupan makanan dan minuman yang cukup energi untuk mencegah stunting baru. “Kita sekarang ini ingin mencoba mengubah perilaku ibu-ibu untuk memperhatikan pola asuh terhadap anak, indeks makanan dan minuman, energinya supaya tidak tumbuh stunting baru,” pungkasnya. (dpi)

