Mataram (Inside Lombok) – Perekonomian NTB mengalami dinamika yang cukup menantang. Data terbaru menunjukkan adanya kontraksi pertumbuhan ekonomi sebesar 0,5 persen (yoy). Kondisi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama penurunan aktivitas ekspor tambang dan kinerja perdagangan internasional yang kurang menggembirakan.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Kanwil DJPb) SNTB, Ratih Hapsari Kusumawardani menjelaskan penurunan ekspor menjadi salah satu tantangan utama, dengan angka penurunan yang signifikan hingga -96,02 persen (yoy). Impor juga mengalami penurunan sebesar -57,86 persen (yoy).
“Pemerintah terus berupaya untuk merespons tantangan ini dengan mengoptimalkan kebijakan fiskal. Tujuannya adalah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan di NTB,” ujarnya, Jumat (25/4). Meski demikian, di tengah tantangan ekonomi, terdapat kabar baik dari sisi pengendalian inflasi. Inflasi di NTB tercatat stabil di angka 1,15 persen, yang masih berada dalam kisaran target nasional.
Selain itu, indikator sosial juga menunjukkan perbaikan yang menggembirakan. Tingkat pengangguran terbuka mengalami penurunan yang signifikan menjadi 2,73 persen, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) meningkat menjadi 73,1. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan kualitas hidup masyarakat NTB.
“Penurunan tingkat pengangguran dan peningkatan IPM adalah sinyal positif bahwa upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat mulai membuahkan hasil,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia juga menyoroti pentingnya optimalisasi belanja pemerintah dan peningkatan pendapatan asli daerah (PAD). Realisasi belanja pemerintah, baik pusat maupun daerah, masih perlu ditingkatkan untuk memberikan dampak yang lebih besar terhadap perekonomian lokal.
“Pemerintah daerah perlu terus berupaya untuk meningkatkan PAD melalui berbagai cara, seperti perbaikan basis data wajib pajak dan penyesuaian regulasi retribusi. Dengan kemandirian fiskal yang lebih kuat, daerah akan memiliki ruang gerak yang lebih besar untuk membiayai pembangunan,” jelasnya.
Sementara itu, untuk mengatasi tantangan ekonomi dan mendorong pertumbuhan yang inklusif, pemerintah telah menetapkan beberapa strategi utama. Diantaranya, yakni, revitalisasi sektor perdagangan dan industri. Dimana pemerintah berupaya untuk mengurangi tekanan eksternal dan ketergantungan pada ekspor bahan mentah dengan mempercepat hilirisasi komoditas lokal dan memperkuat kapasitas ekspor UKM/IKM.
Selanjutnya, penguatan dampak operasi pemerintah, berfokus pada peningkatan efektivitas belanja pemerintah agar memberikan dampak yang lebih besar terhadap perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Optimalisasi pemanfaatan saldo kas daerah yang masih tinggi untuk mendanai program-program strategis yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Kebijakan fiskal di NTB akan terus diarahkan untuk menjadi katalisator pertumbuhan yang berkelanjutan. Kami akan memastikan bahwa setiap alokasi anggaran memberikan dampak nyata bagi masyarakat, serta mendorong pemerataan ekonomi yang inklusif dan berdaya saing,” demikian. (dpi)