Lombok Utara (Inside Lombok) – Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Lombok Utara (KLU) melaksanakan pengawasan intensif terhadap maraknya bangunan liar di Dusun Gili Trawangan, Desa Gili Indah, Kecamatan Pemenang. Aksi ini bukan tanpa alasan, melainkan untuk menegakkan aturan dan menyelamatkan keindahan serta kelestarian ekosistem pantai yang terancam oleh pelanggaran pemanfaatan tata ruang, khususnya di area sempadan pantai.
Kepala Satpol PP KLU, Totok Surya Saputra, menjelaskan bahwa operasi pengawasan ini digelar pada 23 Juli 2025, dimulai pukul 09.00 WITA. Hasil survei di lapangan cukup mengejutkan dan mengkhawatirkan. Tim masih menemukan sejumlah bangunan yang nekat didirikan di area sempadan pantai Gili Trawangan.
“Dilokasi tersebut kami menemukan bangunan yang terletak di koordinat X: 116.0415201 Y :-8.3409051 berada di sempadan pantai. Ini merupakan pelanggaran tegas terhadap Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Lombok Utara,” ujarnya, Kamis (24/7).
Perlu dipahami, kawasan sempadan pantai memiliki fungsi krusial sebagai pelindung alami dan area konservasi. Keberadaan bangunan-bangunan ilegal di zona vital ini ibarat bom waktu yang siap meledak, menghancurkan keseimbangan ekosistem pesisir. Jika praktek pembangunan liar ini dibiarkan terus-menerus tanpa penindakan, maka kerusakan lingkungan yang tak terhindarkan, seperti abrasi pantai, kerusakan terumbu karang, hingga hilangnya habitat alami biota laut, hanyalah soal waktu.
Penegasan hukum terkait hal ini sangat jelas, sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Utara Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum, khususnya Pasal 28 ayat 1, secara tegas melarang setiap orang dan/atau badan untuk mendirikan bangunan pada ruang milik jalan, ruang milik sungai, daerah sempadan pantai, taman, dan jalur hijau. Aturan ini dirancang untuk memastikan bahwa ruang publik dan kawasan lindung tetap terjaga fungsinya demi kepentingan bersama. “Sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian pantai, yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat,” jelasnya.
Ini bukan sekadar batasan administratif, melainkan sebuah zona penyangga krusial yang mempunyai manfaat vital untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai secara keseluruhan. Meskipun masih ditemukan pelanggaran, Satpol PP KLU tidak serta merta melakukan tindakan represif.
Sebagai langkah awal, mereka memberikan himbauan dan peringatan keras agar para pemilik bangunan yang melanggar segera menghentikan proses pembangunan dan melakukan pembongkaran mandiri. Surat teguran resmi pun telah dilayangkan sebagai bukti penegakan aturan. “Apabila teguran I tidak diindahkan, maka kami akan memberikan teguran selanjutnya. Selama pelaksanaan, rangkaian kegiatan berjalan dengan lancar, aman dan kondusif,” jelasnya.
Situasi di Gili Trawangan ini menjadi pengingat bagi semua pihak, terutama para pelaku usaha dan masyarakat, akan pentingnya mematuhi aturan tata ruang demi keberlanjutan pariwisata dan kelestarian alam. Ia menegaskan komitmen Satpol PP dalam menjaga ketertiban dan kelestarian lingkungan.
“Selama pelaksanaan kegiatan pengawasan ini, seluruh rangkaian acara dilaporkan berjalan dengan lancar, aman, dan kondusif, menunjukkan profesionalitas tim di lapangan,” demikian. (dpi)

