Lombok Utara (Inside Lombok)- Gili Festival 2025 yang diselenggarakan pada 18 hingga 20 Agustus lalu di Gili Air, Lombok Utara (KLU), sukses besar menarik perhatian wisatawan. Acara yang menampilkan kekayaan budaya dan produk UMKM lokal ini disambut meriah dan dinilai berhasil mendongkrak geliat ekonomi masyarakat.
Kepala Biro SDM dan Organisasi Kementerian Pariwisata RI, Antonio Wasono Imam Prakoso, menegaskan bahwa terpilihnya Gili Festival sebagai salah satu dari 110 KEN 2025 adalah sebuah prestasi besar bagi KLU. “Masuknya Gili Festival ke dalam Kharisma Event Nusantara menunjukkan pengakuan nasional atas kekayaan budaya dan potensi ekonomi lokal KLU,” ujarnya, Rabu (20/8).
Festival ini diharapkan bisa terus konsisten dan berkembang menjadi magnet wisata unggulan yang memadukan tradisi, seni, konservasi, dan keindahan alam. Selain mempromosikan budaya dan tradisi lokal, Kementerian Pariwisata juga menekankan pentingnya inovasi kreatif dalam pengembangan event daerah. “Supaya mampu menjadi daya tarik kuat bagi wisatawan nusantara maupun mancanegara,” tuturnya.
Ditambahkan, Wakil Bupati KLU, Kusmalahadi Syamsuri, menyampaikan apresiasi mendalam kepada Dinas Pariwisata, Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD), Pemerintah Desa, dan seluruh masyarakat desa Gili Indah yang telah berpartisipasi. Festival ini memamerkan berbagai kesenian dan tradisi khas KLU, seperti Presean, Gendang Beleq, Rudat, Tawaq-tawaq, dan berbagai tarian tradisional lainnya, semuanya terekspos di keindahan pulau wisata Gili Air. “Gili Festival Mandi Sapar ini sudah masuk dalam kalender Kharisma Event Nusantara (KEN) 2025. Ini adalah event nasional yang patut kita syukuri bersama,” ujarnya.
Lebih lanjut, kedepannya pemerintah akan terus berupaya agar festival ini bisa menarik lebih banyak wisatawan, baik domestik maupun internasional. Rencananya, lokasi acara akan digilir di tiga gili (Air, Meno, dan Trawangan). “Tradisi ini bukan sekadar acara seremonial, melainkan sarat akan makna doa dan permohonan keberkahan bagi masyarakat KLU,” terangnya.
Lebih lanjut, Gili Festival berhasil menarik perhatian wisatawan dan mendorong geliat UMKM setempat. Ia berharap festival ini bisa terus berlangsung dan semakin besar di masa depan. “Pariwisata tidak bisa lepas dari UMKM dan budaya. Keduanya menjadi daya tarik kuat dalam Gili Festival,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Panitia sekaligus Ketua BPPD KLU, Harun Zaenudin, menjelaskan bahwa festival tahun ini menghadirkan beragam pertunjukan seni, pameran UMKM lokal, hingga ritual budaya. Puncak acara pada 20 Agustus ditandai dengan Larung Sesaji, sebuah tradisi tahunan yang dipimpin oleh tokoh adat Gili Air sebagai ritual tolak bala. Setelah ritual dan doa, para tamu undangan serta masyarakat bersama-sama turun ke pantai untuk mandi sebagai bagian dari tradisi. Harun juga menggarisbawahi komitmen festival terhadap lingkungan. “Kami mengampanyekan zero waste. Untuk acara makan bersama, kami tidak menyediakan satupun alat makan berbahan plastik. Air minum pun disiapkan dalam galon dan ceret,” ujarnya. (dpi)

