Lombok Utara (Inside Lombok) – Keluhan warga Kebaloan Bawah – Senaru, Kecamatan Kayangan soal jembatan yang tak kunjung perbaikan sejak 8 tahun lalu, sudah ditindak lanjuti oleh Pemerintah Kabupaten Lombok Utara (KLU). Namun, warga masih harus bersabar lagi untuk menanti perbaikan tersebut.
Kepala Bidang Bina Marga di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PU) KLU, Triasmadi Sahgiwan menjelaskan bahwa sudah ditindak lanjuti dari keluhan warga Kebaloan Bawah-Senaru, tetapi sampai pada tahap perencanaan saja. Sehingga peluang untuk mengusulkan hanya lewat inpres jalan daerah, karena Dana Alokasi Khusus (DAK) saat ini tidak ada.
“Itu pun kriterianya ketat sekali mengusulkan ke inpres jalan daerah itu. Sementara di Kebaloan bawah itu biayanya besar, karena bentang jembatannya hampir 30 meter lebih. Iya, kita bersabar dulu. Kita koordinasi nanti untuk dananya,” ungkapnya, Kamis (10/7).
Kemudian, akses jalan untuk jembatan tersebut harus dipindah dan itu perlu lahan lagi untuk memindahkan, karena titik bangunan jembatan itu berada di belokan sungai, sehingga cepat mengalami kerusakan. Apalagi ketika hujan dengan debit air yang cukup besar. Oleh karena itu, perbaikan membutuhkan relokasi akses jalan, yang berarti pula kebutuhan akan lahan baru.
“Itu perlu di tingkat pimpinan untuk (kelanjutannya,red) selain biaya, pembebasan lahan untuk jalan juga. Tidak bisa cepat dia, prosesnya juga panjang. Sekarang kita hanya andalkan APBD,” tuturnya.
Meskipun statusnya jalan kabupaten, jembatan ini dulunya dibangun oleh desa. Kebutuhan dana untuk perbaikan jembatan ini diperkirakan mencapai 5 miliar rupiah. Harapan besar sebenarnya bertumpu pada DAK, namun efisiensi anggaran di tingkat pusat, termasuk kebijakan Presiden terpilih Prabowo Subianto, ikut mempengaruhi.
Saat ini, fokus utama APBD KLU masih tercurah pada penataan pusat pemerintahan. Akibatnya, alokasi untuk infrastruktur lain, termasuk jembatan, menjadi sangat terbatas. “Tahun ini kalau dari APBD baru satu yang tender, kalau sisanya yang PL PL dan aspirasi dewan. Sangat sedikit, karena semua terkuras APBD kita untuk alokasi pusat pemerintahan,” bebernya.
Meskipun jembatan ini adalah pendukung ketahanan pangan, kriteria Inpres Jalan Desa yang mengharuskan lebar jalan minimal 5,5 meter menjadi tantangan tersendiri. Untuk sementara waktu, warga Kebaloan Bawah harus mengambil jalur alternatif yang lebih jauh. “Sementara lewat Mengaling, ke Batu Rakit, baru ke Baloan. Kalau perbandingan memang jauh daripada lewat jembatan. Tapi kalau sekarang dia lewat bawah lewat sungainya, cuma banjir aja mereka lewat agak jauhan,” demikian. (dpi)