Lombok Utara (Inside Lombok) – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Lombok Utara (KLU) belum lama ini menerima surat sanksi administrasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 8 April 2025. Sanksi tersebut terkait dengan pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Dusun Jugil, Desa Samik Bangkol, Kecamatan Gangga yang masih mengaplikasikan metode open dumping atau pembuangan sampah terbuka.
Metode pengelolaan sampah itu diakui sudah dilarang karena dampaknya yang merusak lingkungan. Dari surat tersebut, DLH KLU diberikan waktu enam bulan bagi pemerintah daerah untuk melakukan perbaikan signifikan dalam sistem pengelolaan sampah di TPA Jugil.
“Sistem open dumping yang membahayakan kesehatan dan lingkungan. Sampah hanya ditumpuk tanpa penutupan atau pengamanan. Hal ini memang telah lama menjadi momok bagi lingkungan,” ujar Kepala Bidang Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 DLH KLU, Samsul Hadi, Rabu (28/5).
Lebih lanjut, sampah yang dibiarkan menumpuk secara terbuka tanpa perlakuan khusus berpotensi besar menyebabkan pencemaran tanah, air, dan udara. Selain itu, ini juga meningkatkan risiko kebakaran yang dapat meluas, serta menjadi sumber berbagai gangguan kesehatan bagi warga yang tinggal di sekitar TPA. Bau tak sedap, keberadaan lalat dan hewan pengerat, hingga potensi penyebaran penyakit menular, merupakan sederet ancaman nyata dari sistem pengelolaan sampah yang usang ini. “Dalam hal ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan merekomendasikan penggunaan sistem “sanitary landfill” sebagai alternatif yang jauh lebih ramah lingkungan,” terangnya.
Sistem ini mengharuskan sampah ditumpuk secara berlapis dengan ketebalan maksimal 30 cm, kemudian ditutup dengan lapisan tanah setebal 20 cm secara bergantian. Pendekatan ini bertujuan untuk mengisolasi sampah dari lingkungan, mengurangi emisi gas metana, serta mencegah penyebaran bau dan bibit penyakit. “Selama ini tumpukan sampah di TPA Jugil sudah overlap,” ucapnya.
Oleh karena itu, DLH KLU telah bergerak cepat dengan menyusun telaah staf dan mempersiapkan diri untuk bertransformasi ke sistem sanitary landfill. Namun, perubahan ini tidaklah tanpa tantangan. Pihaknya memperkirakan bahwa kebutuhan anggaran untuk implementasi sistem baru ini mencapai angka Rp 1,3 miliar. “Sebagian besar dari anggaran tersebut, sekitar Rp 1,1 miliar, akan dialokasikan khusus untuk pengadaan tanah urug, sebuah komponen vital dalam metode sanitary landfill,” terangnya.
Sementara itu, tekanan untuk segera bertindak semakin terasa. Sembari menunggu kucuran anggaran dan kesiapan sistem baru, DLH KLU masih harus bergantung pada metode penanganan manual. Sampah yang masuk ke TPA diratakan menggunakan alat berat yang tersedia. “Saat ini tinggal empat bulan lagi untuk menuntaskan sanksi ini. Kami harap tidak ada hambatan dalam proses penganggaran,” pungkasnya. (dpi)