Lombok Utara (Inside Lombok) – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 serentak digelar di seluruh wilayah Indonesia, termasuk di Kabupaten Lombok Utara (KLU). Namun dibalik antusiasme tersebut, terdapat risiko besar terkait dengan disinformasi. Data menunjukkan bahwa penyebaran hoaks selama pilkada 2024 dapat meningkat.
Peningkatan ini seiring dengan banyaknya informasi yang beredar di platform media sosial. Berita-berita palsu ini bisa mempengaruhi opini publik dan merusak reputasi calon pemimpin daerah. Sehingga pentingnya dilakukan mitigasi terhadap potensi hoaks dan isu negatif pada tahapan Pilkada 2024.
“Mitigasi ini dilakukan untuk meminimalisir potensi dugaan pelanggaran melalui media sosial atau saluran-saluran digital. Di era digital saat ini, makin mudah membuat penyebaran hoaks dan isu negatif semakin marak,” ujar Koordinator Divisi Hukum, Pencegahan, Parmas dan Humas Bawaslu Lombok Utara, Ria Sukandi, Kamis (19/9).
Menurutnya, seringkali hoaks dan isu negatif digunakan untuk meningkatkan elektabilitas calon maupun menurunkan suara lawan politik. Mitigasi diperlukan untuk meminimalkan hoaks yang berpotensi memunculkan kegaduhan khususnya dalam Pilkada 2024 ini. Kendati munculnya hoaks dan isu negatif dapat mempengaruhi kualitas dari penyelenggaraan Pilkada 2024.
“Dalam hal ini Diskominfo Kabupaten Lombok Utara perlu melakukan upaya pencegahan untuk menangkal tersebarnya dan berkembangnya hoaks dan isu negatif dalam tahapan pilkada tahun 2024,” terangnya.
Lebih lanjut, pencegahan yang dilakukan dari berbagai aspek, baik melalui media sosial, sosialisasi tatap muka, maupun kolaborasi dengan berbagai stakeholders dan memastikan informasi yang positif. Serta berdasarkan fakta perlu dilakukan untuk membentuk pemilih cerdas yang tidak mudah terprovokasi dengan banyaknya informasi yang negatif.
“Teknologi Artificial Intelligence (AI) atau Kecerdasan Buatan yang saat ini sangat perlu diwaspadai. Karena beberapa oknum memanfaatkan AI untuk melakukan pelanggaran, sehingga kesulitan untuk mengidentifikasi dan memverifikasi kebenarannya. Karena kecanggihan teknologi, jika tidak diimbangi kecanggihan mengawasi pasti akan berbahaya,” jelasnya.
Di sisi lain, Generasi Z yang merupakan kelompok usia produktif dan aktif dalam penggunaan media sosial, menjadi sangat rentan terhadap informasi yang tidak akurat. Kebiasaan mereka dalam mengkonsumsi berita melalui platform digital membuat mereka lebih mudah terpapar hoaks.
“Penelitian menunjukkan bahwa banyak orang mudah percaya pada hoaks karena kurangnya keterampilan literasi media, serta kecenderungan untuk mempercayai informasi yang sesuai dengan pandangan mereka sendiri,” ucapnya.
Dalam konteks ini, Bawaslu mengingatkan semua pihak untuk lebih waspada dan kritis dalam menyikapi informasi yang beredar. Sehingga dalam menghadapi isu-isu negatif, Bawaslu mendorong pentingnya pemberitaan berimbang. Pemberitaan yang tidak hanya berfokus pada isu-isu sensasional, tetapi juga menyediakan informasi yang jelas dan faktual.
“Mari kita ciptakan suasana pemilu yang damai dan bermartabat dengan melawan segala bentuk disinformasi dan berita hoaks. Dengan kesadaran kolektif, kita bisa memastikan bahwa suara rakyat akan terdengar jelas dan tidak tertutupi oleh isu-isu negatif yang merusak,” tandasnya. (dpi)