Mataram (Inside Lombok) – Sudah hampir empat tahun, Kota Mataram masih stagnan dengan status sebagai Kota Layak Anak (KLA) tingkat Madya. Status ini belum bisa naik ke tingkat Nindya karena beberapa kendala. Salah satunya jumlah rumah ibadah ramah anak yang masih sedikit.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak (DP2A) Kota Mataram, Dewi Mardiana Ariany mengatakan rumah ibadah ramah anak atau biasa disebut RIRA ini harus bisa diwujudkan. Selain RIRA, sekolah ramah anak juga menjadi pekerjaan rumah pemda untuk bisa lebih diperkuat.
“Enam komponen sekolah ramah anak ini harus diperkuat seperti Kebijakan SRA, Pelaksanaan Proses Pembelajaran yang ramah anak, Pendidik dan Tenaga Kependidikan Terlatih Hak-Hak Anak dan SRA, Sarana dan Prasarana SRA, Partisipasi Anak, Partisipasi Orang Tua,” katanya.
Rumah ibadah ramah anak ini menjelaskan anak-anak yang ada di rumah ibadah baik di masjid, gereja, dan tempat ibadah lainnya tidak boleh diusir jika ada yang bermain sehingga menimbulkan suara yang ribut. Melainkan ada cara-cara lain yang diterapkan agar anak merasa lebih betah dan mengeluarkan imbuan agar tidak ribut.
“Harus diatur mereka, minimal juga disana ada perpustakaannya dan regulasi ini sudah di SK kan,” katanya. Dari puluhan bahkan ratusan tempat ibadah di Kota Mataram baru 11 lokasi yang disebut sudah memenuhi kategori ramah anak. Dari 11 tempat ibadah tersebut diantaranya satu gereja, dan 10 masjid. “Kalau misalnya ribut pas shalat itu, jangan disatukan anak-anaknya. Tapi ada orang dewasa jadi tidak mereka ribut,” ujar Dewi.
Pemkot Mataram menargetkan, tahun depan Kota Mataram bisa naik tingkat menjadi KLA kategori Nindya. Untuk bisa memperoleh kategori tersebut, DP2A akan memperkuat di tingkat kecamatan hingga kelurahan. “Harusnya pihak kecamatan untuk bisa memenuhi komponen menjadi Kota Layak Anak itu agar menjadi Kecamatan layak anak,” harapnya. (azm)