27.5 C
Mataram
Senin, 22 Desember 2025
BerandaMataramSidang 6 Aktivis di Mataram: Tim Advokasi Bacakan Eksepsi dan Soroti Dugaan...

Sidang 6 Aktivis di Mataram: Tim Advokasi Bacakan Eksepsi dan Soroti Dugaan Pelanggaran Proses Penyidikan

Mataram (Inside Lombok) — Sidang lanjutan perkara enam aktivis yang dijerat pasal dugaan pengeroyokan anggota kepolisian kembali digelar di Pengadilan Negeri Mataram pada (3/12). Agenda sidang kedua tersebut diisi dengan pembacaan eksepsi atau keberatan atas dakwaan jaksa oleh Tim Pembela Aliansi Mahasiswa dan Rakyat NTB-Lawan Pembungkaman Demokrasi yang menjadi penasihat hukum para terdakwa.

Dalam ruang sidang, tim kuasa hukum menilai persoalan yang menjerat enam aktivis tersebut tidak bisa dilepaskan dari situasi sosial beberapa waktu terakhir, khususnya gelombang demonstrasi bertajuk #IndonesiaDarurat. Mereka menyebut para terdakwa bukan pelaku kriminal, melainkan bagian dari kegelisahan publik yang muncul akibat persoalan hukum, sosial, dan keadilan.

“Tidak dapat kita pungkiri, suasana kebatinan rakyat mengalami perubahan yang sangat terasa. Ada kegelisahan yang tumbuh, lalu mengeras menjadi rasa kecewa dan marah terhadap keadaan. Bukan karena masyarakat tidak mencintai negaranya, tetapi justru karena kecintaan itulah masyarakat sakit hati ketika melihat jalannya negara ini seperti melenceng dari cita-cita mewujudkan kesejahteraan dan keadilan untuk rakyat,” ucap salah satu tim penasihat hukum, Yan Mangandar di hadapan majelis hakim.

Yan juga menegaskan bahwa keenam terdakwa, yang terdiri dari lima mahasiswa dan satu buruh, tidak saling mengenal sebelum aksi dan tidak pernah terlibat dalam konsolidasi demonstrasi. Menurut mereka, para terdakwa kebetulan berada di sekitar Markas Polda NTB ketika aksi berlangsung.

Aksi tersebut menuntut penegakan hukum terhadap aparat yang diduga menyebabkan tewasnya driver ojek online, Affan Kurniawan, serta isu lain seperti penghentian kriminalisasi terhadap masyarakat, penolakan RKUHAP, dan reformasi Polri.

Selain mempersoalkan konstruksi dakwaan, tim pembela juga menuding bahwa proses penyidikan cacat hukum karena melanggar prinsip Miranda Rules. Mereka menyebut para terdakwa diperiksa sebagai tersangka dengan ancaman hukuman di atas lima tahun tanpa pendampingan penasihat hukum.

“Penyidikan melanggar prinsip Miranda Rules. Para tersangka diperiksa tanpa didampingi penasihat hukum, kecuali terdakwa II. Berdasarkan berkas perkara, tidak ada dokumen penolakan bantuan hukum atau bukti upaya penunjukan advokat dari penyidik,” tegas Yan.

Menurut Yan, pemeriksaan terhadap para tersangka juga banyak dilakukan pada tengah malam, sehingga bertentangan dengan pasal-pasal dalam KUHAP, UU HAM, UU Kekuasaan Kehakiman, serta Surat Edaran Mahkamah Agung.

Mereka menyatakan bahwa pendampingan hukum seharusnya bersifat wajib dan tidak boleh diabaikan. Usai pembacaan eksepsi, majelis hakim menyatakan akan mempertimbangkan keberatan tersebut dan menjadwalkan sidang berikutnya untuk mendengarkan jawaban dari jaksa. Sidang rencananya dilanjutkan pekan depan. (gil)

- Advertisement -

Berita Populer