Banda Naira (Inside Lombok) – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyatakan kesiapannya mendaftarkan Jalur Rempah sebagai world heritage atau warisan dunia ke UNESCO (Badan PBB yang mengurusi pendidikan dan kebudayaan).
“Kita siap mengusulkan Jalur Rempah ke UNESCO pada November 2020. Jalur Rempah ini program identitas Indonesia yang selama ini banyak dilupakan orang,” kata Ketua Komite Program Jalur Rempah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Ananto K Seta dihubungi dari Banda Naira, Pulau Banda, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku, Senin.
Dia mengatakan, pihaknya tidak sendiri dalam mengusulkan program tersebut ke UNESCO, tetapi juga menggandeng negara-negara serumpun yang memiliki sejarah jejak jalur rempah, di antaranya Srilanka, India, Madagaskar serta Grenada.
Usulan tersebut, menurut Ananto, bukan sekedar “legacy” dari masa 4.500 tahun lalu, tetapi juga menyangkut peremajaan ladang, industri obat herbal serta paket pariwisata.
Melalui program usulan itu, pihaknya berupaya merekonstruksi perdagangan rempah di Nusantara yang berlangsung 4,5 milenium silam, dengan harapan dapat mendorong kemajuan perekonomian demi kesejahteraan masyarakat.
Ananto menyebutkan dua alasan untuk menghidupkan kembali kehangatan cita rasa rempah melalui program Jalur Rempah, terutama dari rempahnya sendiri, karena menurutnya Indonesia atau Nusantara adalah tempat satu-satunya di muka bumi yang dipilih Tuhan untuk tumbuhnya rempah-rempah.
“Contohnya pala di Pulau Banda, Provinsi Maluku dan cengkih di Ternate (Maluku Utara). Pala dan cengkih turut berkontribusi pada sejarah peradaban dunia,” ujarnya.
Selain itu, jalur rempah saat itu menjadi cikal bakal perdagangan komoditas yang dilakukan nenek moyang bangsa Indonesia dengan melintasi pulau dan melibatkan beragam suku. Rutenya dimulai dari timur ke barat.
Di setiap titik persinggahannya, terjadi asimilasi budaya dan kemudian membentuk Nusantara, hingga ke sejumlah negara di berbagai belahan dunia.
Program Jalur Rempah sejatinya digagas beberapa tahun lalu. Tetapi, tahun 2020 ini mulai digalakkan kembali.
Pihaknya, tambah Ananto, telah menetapkan tahapan yang akan dilakukan setiap tahun untuk melengkapi berbagai dokumen dibutuhkan guna mendukung pendaftaran jalur rempah ke lembaga PBB itu, sehingga diharapkan pada tahun 2024 atau 2025 sudah ditetapkan sebagai warisan dunia.
Tahun 2020 misalnya, ditetapkan sebagai periode “awareness” atau membangun kesadaran masyarakat terhadap Jalur Rempah melalui beragam kegiatan sosialisasi seperti seminar, pemutaran film dan lainnya dengan tujuan membangkitkan ingatan masyarakat Indonesia, terutama di kalangan generasi muda.
Setelah kesadaran terbangun, maka tahun berikutnya diharapkan banyak pihak termasuk lintas kementerian dan pemerintah daerah terlibat sesuai porsinya masing-masing, baik untuk promosi paket pariwisata Jalur Rempah maupun peremajaan ladang-ladang rempah, termasuk mendorong industri obat herbal berbasis rempah-rempah asli Indonesia.
Ananto juga menambahkan bahwa pihaknya sudah merencanakan untuk mengadakan pelayaran sebagai rekonstruksi perjalanan Jalur Rempah dari timur ke barat sampai ke sejumlah negara, yang dinarasikan dalam kacamata Indonesia-sentris.
“Tahun ini sebetulnya akan pelayaran rekonstruksi jalur dengan menggunakan KRI Dewaruci dan ke KRI Bima Suci miliki TNI, tetapi dibatalkan karena pandemi COVID-19. Mudah-mudahan tahun 2021 bisa terlaksana,” katanya. (Ant)