Mataram (Inside Lombok) – Pramuwisata atau tour guide tak memiliki lisensi atau ilegal masih marak di NTB. Kondisi ini disinyalir muncul akibat lemahnya upaya penertiban, baik secara langsung maupun tidak langsung. Padahal, kehadiran para guide ilegal ini mencerminkan wajah pariwisata daerah di dunia.
Ketua Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) NTB, Ainuddin menerangkan sekarang ini banyak travel agent dari luar daerah yang bawa rombongan berwisata ke NTB. Namun sesampainya di sini mereka tidak menggunakan guide lokal, melainkan terjun langsung merangkap sebagai pemandu wisata. Padahal, mereka tidak punya lisensi menjadi guide.
“Masih banyak (guide ilegal, Red). Bukan tidak bisa ditertibkan, kami sudah melakukan penertiban itu. Misalnya banyak tamu-tamu dari luar tidak pakai local guide, kami khawatir mereka tidak tahu daerah kita,” ujar Ainuddin, Senin (3/5).
Dikhawatirkan informasi yang disampaikan kepada wisatawan bukan informasi sebagaimana fakta kondisi daerah. Jika itu terjadi, maka akan sulit bagi daerah mengembalikan pamornya di wisatawan maupun dunia. Lantaran aktivitas guiding hanya bisa dilakukan oleh guide yang berlisensi.
“Cara untuk menertibkan guide ilegal ini adalah memberikan pelatihan dan lisensi kepada guide lokal. Pemerintah harus mengalokasikan subsidi untuk penyelenggaraan pelatihan dan lisensi guide,” terangnya.
Maka dari itu seharusnya daerah memberikan dukungan dengan mensubsidi kegiatan pelatihan dan lisensi guide. Sedangkan HPI sendiri berupaya melakukan kegiatan pelatihan dan lisensi ini secara mandiri. Di mana biaya untuk satu orang saja mencapai Rp3 juta, mencakup akomodasi, transportasi peserta dan pihak yang dilibatkan.
“Yang Rp3 jutaan itu habis sampai terbitnya lisensi. Kegiatannya bisa berjalan selama seminggu. Harusnya daerah memberikan subsidi, membantu komponen-komponen mana yang ditanggung untuk pelaksanaan pelatihan guide,” imbuhnya.
Dikatakan NTB sudah memiliki Peraturan Daerah (Perda) No 4 Tahun 2016. Beberapa poin di dalamnya tercantum, pramuwisata adalah seseorang yang memiliki lisensi menyediakan jasa komersial pemanduan wisatawan. Yakni pemberian bimbingan, arahan-arahan, penjelasan-penjelasan, dan petunjuk-petunjuk tentang suatu objek dan daya tarik wisata serta membantu segala sesuatu yang diperlukan wisatawan. Namun masih saja ada guide-guide ilegal, bahkan travel luar membawa guide dari luar.
“Sampai di sini mereka tidak mau pakai tour guide kita. Kita sudah panggil pol PP tapi mereka tidak ada dana operasional, itu untuk yang kesana kemarinya. Apalagi Untuk menertibkan. Jadi perda ini perda mandul, Perda nomor 4 tahun 2016,” jelasnya.
Untuk itu, diharapkan segera disahkannya UU No 10 Tahun 2019 tentang Kepramuwisataan. Dalam draf Undang-undang ini, Polri akan terlibat langsung dalam kegiatan penertiban, tidak lagi Pol PP. Dimana UU ini sudah masuk dalam prolegnas.
“Kita harapkan segera disahkan, nantinya Polisi yang akan terlibat langsung melakukan penertiban. Jadi tidak lagi kita bicara keterbatasan anggaran operasional,” ucapnya. (dpi)