29.5 C
Mataram
Senin, 30 September 2024
BerandaPariwisataRencana Renovasi Peninggalan Belanda di Taman Suranadi Harus Libatkan Antropolog dan Budayawan

Rencana Renovasi Peninggalan Belanda di Taman Suranadi Harus Libatkan Antropolog dan Budayawan

Lombok Barat (Inside Lombok) – Pemda Lobar diingatkan harus melibatkan antropolog dan budayawan dalam rencana renovasi Taman Suranadi. Pasalnya, renovasi yang rencananya akan menelan anggaran Rp1,7 miliar dari DAK Kemenparekraf RI itu akan dibenahi juga bangunan bersejarah peninggalan Belanda yang ada di sana.

Lalu Sajim Sastrawan selaku salah satu budayawan mengingatkan agar dalam proses renovasi tersebut nantinya dapat mempertahankan keaslian bangunan bersejarah yang ada. Ia menilai renovasi itu tidak bisa dengan gampang dilakukan, lantaran bahan bangunan yang digunakan membangun penginapan itu dulunya merupakan bahan-bahan pilihan.

“Itu silakan diperbaiki, dan saya pikir itu bangunannya masih kokoh konstruksinya. Saya pikir hanya atasnya saja yang perlu diperbaiki itu. Karena kayunya itu kayu kelas 1 semua,” terangnya saat dikonfirmasi beberapa waktu yang lalu.

Jangan sampai, lanjut Sajim, ketika nantinya Pemda Lobar memperbaiki bangunan itu justru malah menggunakan material yang tidak sama seperti aslinya. Karena dari kayu pun, nantinya perbaikan itu harus menyesuaikan dengan kayu yang digunakan saat membangunnya dahulu.

- Advertisement -

“Kalau mau mengganti kayunya, silakan diukur, diuji, di-lab, kayu yang sejenis itu adanya di mana sekarang? Pasti tidak ada di Lombok. Karena kayu kita yang hebat-hebat itu sudah habis,” tegasnya.

Menurutnya, hal ini juga harus diperhatikan oleh Pemda Lobar sehingga tidak asal renovasi saja. Bahkan, batu-batu yang menjadi hiasan dinding pada bangunan itu pun disebutnya tak bisa diganti sembarangan dengan batu-batu biasa. Karena jika ada yang berubah setelah dilakukan perbaikan nantinya, itu dikhawatirkan justru akan mempengaruhi sejarah aslinya. “Itu (kajiannya) harus diserahkan kepada ahli-ahli purbakala,” pesan Sajim.

Menurutnya, batu-batu tersebut tidak lepas dari tembok walaupun usianya sudah ratusan tahun. Sehingga nantinya, perbaikan bangunan bersejarah itu harus diawasi oleh arsitek dan teknik sipil yang mumpuni. “Karena ini terkait cagar budaya, kita ingin merenovasi bangunan-bangunan itu sesuai dengan azas-azas pendiriannya dulu, sama seperti Borobudur,” harapnya.

Sayangnya, dia menilai warga Lombok, termasuk pemerintah daerah masih belum mampu menjaga situs-situs bersejarah tersebut. “Jangan dilihat dari peninggalan Belanda-nya, tapi ini simbol bahwa penjajahan itu pernah datang di Lombok. Ketika kita melihat bangunan di Suranadi itu, maka kita teringat pada kolonialisme, kita teringat pada penjajahan,” ujarnya.

Seharusnya peninggalan itu disebut Sajim tidak hanya dipandang sebagai sebuah bangunan tua. Namun juga saksi sejarah, pengungkap peristiwa, bahwa ada sejarah buruk bangsa Indonesia yang pernah dijajah oleh Belanda. Sehingga hal itu bisa menjadi pemantik terjaganya jiwa nasionalisme, terutama para generasi muda.

“Pesan saya, setuju itu dilakukan penguatan (bangunan) tapi dengan syarat harus mencari elemen-elemen dari mana batu itu diadakan, supaya nyambung zat-zt itu dengan sumber aslinya,” ujarnya.

Sajim menjelaskan, bahan-bahan bangunan itu diambil Belanda dari suatu daerah, sudah pasti atas dasar sebuah pertimbangan. Sehingga ketika bangunan itu akan direnovasi, penting untuk dipelajari terlebih dahulu struktur dan kultur. Oleh karena itu, antropologi dan budayawan juga perlu dilibatkan dalam rencana renovasinya.

“Jangan sampai nanti kode-kode prasasti di sana dirusak sama tukang-tukang itu kan. Misalnya bisa saja mereka (orang Belanda) buat tanda jendelanya harus begini, bisa saja itu menceritakan pada abad berapa zaman ini terjadi. Sama seperti prasasti-prasasti yang ada di Jawa,” kata Sajim mengingatkan.

Karena bila bangunan-bangunan dan wisata bersejarah yang ada bisa tetap terawat dengan baik. Ini dinilai bisa menjadi potensi magnet untuk menarik wisatawan dari Belanda untuk datang napak tilas.

“Itu lah wisata yang sesungguhnya yang mau dicari, soal peninggalan-peninggalan bangsa Belanda. Bisa jadi bangunan model ini di Belanda tidak ada, kemudian dia cari di seluruh Nusantara ini di mana situs-situs yang ada yang sudah dibangun oleh nenek moyang mereka itu,” pungkasnya. (yud)

- Advertisement -


Berita Populer