Mataram (Inside Lombok) – Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki keragaman etnis dan budaya yang luar biasa. Seni tradisional di Indonesia tidak hanya memiliki nilai estetika, tetapi juga menjadi sarana untuk mengeksplorasi nilai-nilai karakter yang melekat dalam budaya lokal. Keberagaman budaya ini menawarkan konteks unik untuk pengembangan pendidikan karakter. Kearifan lokal yang ada di masyarakat adat Indonesia memegang nilai-nilai budaya luhur yang dapat menjadi identitas karakter warganya. Sayangnya, nilai-nilai kearifan lokal ini sering kali diabaikan karena dianggap tidak sesuai dengan perkembangan zaman, padahal sebenarnya nilai-nilai tersebut dapat menjadi modal penting dalam pembangunan budaya Indonesia.
Pulau Lombok, yang dihuni sebagian besar oleh suku Sasak, adalah salah satu wilayah di Indonesia yang tetap mempertahankan budaya dan tradisinya. Pulau ini tidak hanya dikenal dengan keindahan alam dan tempat wisata, tetapi juga dengan keunikan adat istiadat dan tradisi, salah satunya adalah Peresean. Tradisi Peresean merupakan salah satu tradisi masyarakat Sasak yang digunakan sebagai media untuk mengukur ketangguhan seorang pria. Melalui tradisi ini, nilai-nilai kehidupan seperti persaudaraan, persahabatan, kepercayaan, dan nilai-nilai seni budaya diangkat dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Sebagai bagian dari ritual untuk meminta hujan selama musim kemarau panjang, Peresean tidak hanya menyimbolkan kekuatan fisik dan keberanian, tetapi juga semangat sportivitas, persahabatan, dan penghormatan terhadap budaya lokal. Dalam konteks modern, Peresean masih dilakukan, meski nilai sakralnya sedikit berkurang karena juga digunakan sebagai atraksi wisata untuk para turis. Namun demikian, seni ini tetap berperan penting dalam kehidupan masyarakat Sasak dan memiliki potensi besar sebagai sarana pendidikan karakter bagi generasi muda.
Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam Jenis Kompetisi Peresean
Jenis utama Peresean, yaitu Peresean kelompok dan Peresean individu, yang masing-masing mengandung nilai-nilai karakter penting. Peresean kelompok adalah kompetisi antara dua atau lebih padepokan yang berbeda, yang menekankan pentingnya kerja sama tim. Setiap anggota kelompok memiliki peran yang setara dalam menentukan kemenangan, sehingga nilai kerjasama dan tanggung jawab bersama sangat ditekankan. Selain itu, keberagaman global menjadi nilai penting, karena kompetisi ini sering melibatkan padepokan dari berbagai wilayah, yang memperkenalkan para peserta pada keberagaman budaya dan tradisi.
Sementara itu, Peresean individu menyoroti kompetisi antar individu dengan kemampuan luar biasa, seperti Arya Kamandanu dan tokoh-tokoh terkenal lainnya. Dalam Peresean individu, peserta dituntut untuk menunjukkan kemandirian, kreativitas, dan kemampuan berpikir kritis. Mereka harus mampu mengatasi tantangan yang dihadapi selama kompetisi secara mandiri, tanpa bergantung pada orang lain. Nilai keimanan dan ketakwaan juga menjadi aspek penting, di mana para peserta diharapkan menunjukkan karakter yang mulia dan berpegang pada nilai-nilai spiritual. Dalam setiap pertarungan, karakter peserta diuji tidak hanya dari segi fisik, tetapi juga moral dan intelektual.
Dengan demikian, Peresean menjadi wahana pembelajaran karakter yang komprehensif. Peresean kelompok mengajarkan kerja sama dan penghargaan terhadap keberagaman, sementara Peresean individu menekankan kemandirian, kreativitas, dan keimanan. Melalui Peresean, nilai-nilai tersebut terinternalisasi dalam diri para peserta, menjadikan tradisi ini sebagai alat pendidikan karakter yang kuat dalam masyarakat.
Nilai Potensi Pendidikan Karakter pada Tokoh dan Pelaksanaan Peresean
Peresean adalah seni tradisional yang mengandung nilai-nilai pendidikan karakter melalui berbagai peran yang ada di dalamnya. Setiap peran dalam Peresean tidak hanya berfokus pada kemampuan fisik, tetapi juga menanamkan nilai-nilai moral dan sosial yang penting bagi perkembangan pribadi. Salah satu tokoh utama dalam Peresean adalah Pepadu, yaitu para pemain yang dipilih dari dua kubu yang berbeda. Pemilihan Pepadu dilakukan secara acak atau berdasarkan penunjukan langsung. Peran ini mengajarkan nilai-nilai penting seperti kemandirian, kreativitas, serta keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan karakter mulia. Selain itu, Pepadu juga mendorong pengembangan kemampuan berpikir kritis.
Selain Pepadu, ada juga peran Pekembar Tengah, yang berfungsi sebagai wasit di tengah arena pertandingan. Tugas Pekembar Tengah adalah mengawasi jalannya pertandingan dan memastikan aturan dipatuhi. Dalam menjalankan tugasnya, Pekembar Tengah mencerminkan nilai-nilai kerja sama, kemampuan berpikir kritis, dan pemahaman terhadap keragaman global. Peran ini mengajarkan pentingnya kolaborasi dan toleransi dalam menjaga keharmonisan dalam situasi kompetitif.
Peran penting lainnya adalah Pekembar Pinggir, yang bertugas memilih Pepadu dari dua kubu yang berbeda. Setiap kubu terdiri dari dua pemain, dan peran ini juga menekankan nilai-nilai kerja sama, berpikir kritis, serta keberagaman global. Seperti halnya Pekembar Tengah, Pekembar Pinggir memainkan peran penting dalam memastikan keadilan dan ketertiban dalam pertandingan.
Secara keseluruhan, setiap peran dalam Peresean membawa pesan moral yang mendalam tentang pentingnya mengembangkan keterampilan sosial, spiritual, dan intelektual. Seni tradisional ini tidak hanya menjadi ajang hiburan, tetapi juga menjadi media untuk menanamkan pendidikan karakter yang menyeluruh, sehingga peserta tidak hanya tumbuh sebagai individu yang tangguh secara fisik, tetapi juga memiliki etika dan moral yang kuat.
Pada tahap pelaksanaan Peresean: Tahap pertama adalah persiapan tempat, alat, dan pendukung. Di sini, nilai karakter gotong royong sangat ditekankan, di mana tim pelaksana dan masyarakat bekerja sama dalam menyiapkan segala hal. Selain itu, persiapan tempat menuntut kecermatan dan pemikiran kritis, karena lokasi yang dipilih harus tepat dan dipertimbangkan secara matang. Persiapan alat seperti Penjalin (rotan) dan Ende (perisai) juga membutuhkan perhatian khusus, serta alat musik Gendang Beleq yang digunakan sebagai pendukung. Dalam hal ini, setiap bagian persiapan melibatkan kerjasama dan ketelitian yang tinggi.
Tahap berikutnya adalah persiapan pekembar. Pekembar dipilih berdasarkan kriteria tertentu, yang mencerminkan nilai karakter beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia. Selain itu, pekembar juga diharapkan memiliki kemampuan bernalar kritis dan berkebhinekaan global. Pekembar memiliki peran penting dalam mengatur jalannya pertandingan, mulai dari memilih pepadu hingga mengakhiri ronde pertama pertandingan. Saat pelaksanaan, perhatian tertuju pada pepadu. Nilai karakter mandiri dan beriman kepada Tuhan ditekankan saat pepadu memasuki arena.
Selama pertandingan, pepadu didorong untuk berpikir kritis dan kreatif dalam menghadapi lawan, menekankan pentingnya strategi dan keyakinan dalam mencapai tujuan. Tahap terakhir adalah penetapan ronde dan pemenang. Nilai-nilai kritis, kreatif, dan gotong royong kembali muncul saat menentukan alur permainan dan pemenang. Pengaturan dinamika pertandingan harus dilakukan dengan cermat untuk menjaga antusiasme dan mengatur jalannya pertandingan secara adil.
Peresean dalam Kurikulum Merdeka
Pada prinsip Kurikulum Merdeka dalam proses pembelajaran di sekolah menekankan pengembangan karakter yang holistik, sejalan dengan konsep pendidikan berbasis proyek dan pengalaman yang menitikberatkan pada kemandirian, kreativitas, dan nilai-nilai moral. Dalam konteks pembelajaran seperti Peresean, seni tradisional ini dapat diintegrasikan sebagai alat pembelajaran yang mendukung tujuan Kurikulum Merdeka, di mana siswa tidak hanya dibimbing untuk menguasai pengetahuan, tetapi juga untuk menginternalisasi nilai-nilai karakter yang esensial.
Pembelajaran berbasis proyek, Peresean mengajarkan siswa tentang kerja sama, tanggung jawab, serta keberagaman budaya, sesuai dengan prinsip Profil Pelajar Pancasila yang diusung oleh Kurikulum Merdeka. Siswa diajak untuk belajar melalui pengalaman langsung, di mana mereka terlibat secara aktif dalam kegiatan yang memerlukan kolaborasi dan berpikir kritis, baik dalam konteks kompetisi kelompok maupun individu.
Melalui pendekatan Kurikulum Merdeka, pembelajaran di sekolah berfokus pada personalisasi pembelajaran, di mana setiap siswa dapat mengembangkan potensi dirinya secara optimal. Pembelajaran seni tradisional seperti Peresean memungkinkan siswa untuk mengasah kemandirian, kreativitas, serta moralitas yang tinggi, sambil mengembangkan kemampuan intelektual dan spiritual mereka.
Hal ini mendukung prinsip bahwa setiap siswa adalah individu yang unik, dengan cara belajar yang berbeda-beda, dan sekolah bertugas memberikan ruang bagi perkembangan karakter yang selaras dengan nilai-nilai Pancasila. Dengan demikian, integrasi seni tradisional seperti Peresean dalam proses pembelajaran di bawah Kurikulum Merdeka dapat memperkaya pengalaman belajar siswa, membantu membentuk karakter yang kuat, kritis, dan adaptif sesuai dengan tuntutan zaman. (r)
Artikel ini disusun oleh Siti Rabiatul Fajri (S3 Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha) & Bambang Ujud Sudiono (Bikeen Tour & Travel Pariwisata Pulau Lombok).