Mataram (Inside Lombok) – Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu) NTB menerima beberapa laporan terkait pelanggaran kampanye yang dilakukan oleh partai politik (parpol). Laporan itu terkait kampanye yang dilakukan sebelum waktunya, di mana masa kampanye harusnya baru dimulai 28 November mendatang.
“Kemarin ini ada laporan masyarakat terkait kampanye di tempat ibadah yang dilakukan pejabat, diduga melanggar undang-undang kampanye,” ujar Ketua Bawaslu NTB, Itratip, Selasa (22/8).
Selain itu, di beberapa kabupaten/kota juga didapat informasi bahwa ada parpol yang mengajukan permohonan sengketa terkait daftar calon sementara (DSC). Begitupun juga berkenaan dengan netralitas ASN sebab jauh sebelum pengumuman DCS untuk pemilu 2024 itu sudah ada beberapa pejabat yang diproses oleh bawaslu dan ada juga putusan yang dikeluarkan KASN.
“Bawaslu tentu merespon cepat (laporan, Red) dengan melakukan penangan pelanggaran sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam memproses laporan-laporan yang masuk,” tuturnya.
Saat ini Bawaslu NTB sedang menindaklanjuti ada beberapa informasi terkait dengan dugaan pelanggaran oleh beberapa pejabat publik. Padahal, parpol peserta pemilu dipersilahkan untuk melakukan konsultasi ke jajaran Bawaslu di semua tingkatan guna menghindari dan mencegah potensi pelanggaran yang nantinya merugikan partai politik.
“Kesadaran bersama dalam deklarasi damai ini harus dijadikan sebagai momentum tepat untuk menjaga secara bersama-sama etika perpolitikan yang baik sehingga tidak menimbulkan riak-riak di tengah masyarakat,” terangnya.
Ditegaskan, untuk mewujudkan pemilu damai di NTB, maka dalam melakukan kampanye baik parpol dan calon anggota legislatif agar jangan saling menjelek-jelekkan, menebar hoaks, melakukan politisasi SARA. Jika itu dilakukan maka pihaknya meyakini akan bisa mengancam keutuhan bersama.
“Jadi pemilu damai itu adalah harapan kita. Dengan terwujudnya pemilu damai maka kita harapkan kualitas hasil dari pemilu kita sesuai dengan harapan bersama,” imbuhnya.
Sementara itu, jika partai politik yang merasa ada kebijakan yang dirugikan setelah penetapan DCS. Maka mereka dapat memanfaatkan tiga hari pasca penetapan DSC untuk mengajukan permohonan sengketa.
“Mungkin ada bacaleg-nya yang menurut para peserta partai politik yang seharusnya memenuhi syarat, tapi hasil keputusan dibuat KPU ada yang tidak memenuhi syarat. Maka ada peluang untuk melakukan permohonan sengketa,” tandasnya. (dpi)