Mataram (Inside Lombok) – Memasuki hiruk-pikuk pertarungan politik pada Pemilu 2024 mendatang. Karena dari pertarungan politik praktis ini kini telah memunculkan kecemasan polarisasi dan saling menjatuhkan. Di mana demokrasi memiliki tujuan yang sangat strategis yakni menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Sehingga beda pilihan pada tahun 2024 harus disikapi secara arif dan bijaksana.
Pemilih dalam hal ini masyarakat harus menggunakan akal sehat dalam menyikapi perbedaan politik. Apalagi dalam pemilu, dimana pemilu merupakan siklus lima tahunan serta instrumen untuk mengartikulasikan hak politik warga negara dalam melakukan evaluasi terhadap kepemimpinan nasional, kepemimpinan lokal maupun perwakilan di parlemen.
“Ini adalah siklus lima tahunan. Kalau misalnya nanti pilihan kita berbeda dan pilihan kita kalah, tapi muncul lagi siklus ini lima tahun kedepan. Untuk itu kita harus terus jaga akal sehat dalam menyikapi demokrasi ini,” ujar Ketua Bawaslu NTB, Itratif, Senin (22/5).
Demokrasi yang sudah dijalankan melalui proses pemilu dalam memilih pemimpin ini harus dijalankan dengan akal sehat, bukan akal miring yang menyebabkan perpecahan. Apapun perbedaan itu merupakan sebuah pilihan dalam kehidupan berdemokrasi.
“Semangat boleh berbeda-beda, tapi satu harus menjadi semangat yang ditularkan sehingga menjadi semangat kolektif masyarakat,” terangnya.
Dikatakan pilihan politik boleh berbeda, sebab tujuannya satu, yakni untuk menjaga persatuan dan menciptakan kesejahteraan. Dimana demokrasi itu dipilih sebagai sistem bernegara dengan tujuannya untuk meningkatkan dan menjaga kohesivitas sosial dalam rangka mewujudkan persatuan dan kesatuan seluruh rakyat.
“Masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam kehidupan berdemokrasi, dalam hal ini harus terus meningkatkan literasi juga,” tuturnya.
Selain itu, pemahaman terkait dengan pemilihan itu merupakan hak setiap warga negara. Sehingga setiap orang maupun individu harus menghormati serta menghargai setiap pilihan ataupun perbedaan politik. Untuk itu perbedaan pilihan dan perbedaan politik, agar jangan sampai menyebabkan permusuhan antara satu dengan lainnya.
“Kalau terjadi maka akan muncul disharmonisasi di masyarakat ataupun friksi-friksi sosial, tentu akan mengganggu keutuhan kita sebagai sebuah bangsa,” jelasnya. (dpi)