27.5 C
Mataram
Minggu, 24 November 2024
BerandaSosokMenghayati Syukur dari Saibi, Penyortir Sampah Plastik di Kuranji

Menghayati Syukur dari Saibi, Penyortir Sampah Plastik di Kuranji

Lombok Barat (Inside Lombok) – Menghayati rasa syukur bisa dipelajari dari sosok Saibi, ibu rumah tangga yang sudah 5 tahun lamanya menjadi penyortir sampah botol plastik di Desa Kuranji, Lombok Barat (Lobar). Bergabung di UD PET Lombok yang bergerak di bidang daur ulang sampah plastik, ia mengaku begitu menikmati pekerjaannya.

Diterangkan Saibi, Setiap harinya Saibi dan rekan-rekannya mampu menyortir sekitar 7 karung sampah dengan bekerja dari pukul 07.00 hingga pukul 17.00 Wita. Dari hasil menyortir sampah plastik ia menerima upah Rp200-225 per kilogramnya (kg).

“Saya sudah 5 tahun kerja di sini, setiap hari. Kalau hari Minggu kita libur. Kita dibayar per minggu,” ujarnya saat ditemui di sela-sela menyortir sampah awal pekan kemarin. Saibi memiliki tiga orang anak. Namun dua di antaranya sudah meninggal dunia. “Yang satu sekarang sudah 16 tahun, sudah masuk SMK,” lanjutnya, sambil menyiratkan senyum ketegaran di wajahnya.

Dirinya bersyukur berkat pekerjaannya saat ini dan sang suami yang berprofesi sebagai seorang buruh tambang batu dapat membiayai anaknya hingga kini sudah masuk SMK. “Alhamdulillah, kita bersyukur ada pemasukan setiap minggu,” singkatnya.

Salah seorang pengelola UD PET Lombok, Irma Anggraini menuturkan bahwa unit usaha tersebut sudah berdiri sejak tahun 2013 silam dan menjadi satu-satunya tempat untuk mencacah sampah plastik jenis PET di NTB ini pun bisanya mengirim ke luar daerah plastik yang sudah dicacah untuk diproduksi kembali menjadi botol air minum. Perminggunya mereka bisa melakukan 3-4 kali pengiriman, dengan berat yang tak menentu sesuai hasil produksi.

“Kalau untuk buruhnya, yang sortirnya, yang gilingnya yang itungan harian itu orang sini (Lombok Barat) semua. Yang satu mesin itu 5-6 orang. Kalau yang sortir untuk sekarang kurang lebih 20 orang,” papar Irma.

Jumlah pekerja itu pun diakuinya saat ini mengalami pengurangan semenjak pandemi. Lantaran sampah yang mesti diolah juga mulai berkurang, karena sepinya juga kunjungan wisatawan. Sehingga hal itu berpengaruh terhadap pemasukan mereka yang berdampak juga bagi pengurangan tenaga kerja. Yang menyebabkan banyak dari mereka justru terpaksa menjadi pemulung.

“Bayarannya mereka perminggu, tergantung berat barang (yang disortir) tapi kita bayarnya tiap Sabtu. Kalau 1 kilo bisa Rp250. Jadi rata-rata tiap minggu mereka dapat bayaran itu kadang ada yang Rp300-400 ribu per orang,” pungkasnya. (yud)

- Advertisement -

- Advertisement -

Berita Populer