Lombok Timur (Inside Lombok) – Ratusan masyarakat Desa Rempung, Lombok Timur (Lotim) menggelar tradisi ‘Mubir’ atau membuat bubur dari berbagai jenis bahan makanan, Jumat (3/8/2024). Tradisi unik ini pun hanya dilakukan pada bulan Muharram saja.
Gelaran tersebut sebagai bentuk pelestarian budaya yang setiap bulan bulan Muharram dilakukan masyarakat Desa Rempung. Ratusan ibu-ibu itu menggunakan kebaya dan kain serta cipo’ (penutup atas kepala) seperti inaq-inaq (ibu-ibu) Rempung tempo dulu. Mereka membawa sekurang-kurangnya 40 jenis bahan mulai dari berbagai macam umbi-umbian, kacang-kacangan dan berbagai jenis rempah.
Selanjutnya bahan-bahan tersebut akan digabungkan dalam satu kuali untuk dimasak sehingga menjadi bubur. Bubur tersebut diberi nama ‘Bubir Asyuro’ atau bubur Syuro. Proses pembuatannya dimulai dengan mencampurkan 44 bahan makanan tersebut, memasaknya pun harus menggunakan kayu bakar sehingga menghasilkan rasa yang lezat.
Kegiatan yang dirangkaikan dengan perayaan Hari Jadi Desa Rempung ke 114 bertajuk ‘Festival Gawe Dita’. Selain menggelar kegiatan mubir tersebut, festival budaya ini juga menampilkan berbagai budaya yang hampir lekang oleh zaman.
“Kegiatan kita ini dalam rangka menjaga khasanah warisan budaya dari orang tua kita dulu, yang sampai saat ini Alhamdulillah terus terjaga, oleh karena itu akhirnya kami berpikir untuk kita buat festival budaya semacam ini,” kata Ketua Panitia Festival Gawe Dita, Muhammad Irawadi, Sabtu (3/8/2024).
Irawadi mengatakan selain tradisi mubir, budaya lain yang diangkat dalam kegiatan ini adalah menyanyikan lagu-lagu tradisional yang berasal dari Rempung itu sendiri. Selain itu tradisi Burdah juga ikut dilestarikan, Burdah merupakan alat musik yang dimainkan pada waktu-waktu tertentu juga perlahan mulai tergerus oleh zaman.
Selain itu juga, salah satu lomba yang dibuat adalah fashion show daur ulang sampah. Lomba tersebut sebagai bentuk mendukung program ‘Rebesa’ atau Rempung Bebas Sampah dari Pemerintah Desa Rempung
Penjabat Bupati Lotim, M Juaini Taofik mengatakan event budaya seperti Festival Gawe Dita ini harus terus digalakkan, dalam rangka menjaga budaya yang ada di Kabupaten Lotim. “Andai suatu hari nanti budaya-budaya ini kita gabungkan dalam kegiatan bersama akan tumpah ruah orang yang hadir menyaksikannya,” kata Opik. (azm)