Mataram (Inside Lombok) – Pada Minggu (7/10/2018), Cuitan pedas dari Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Fahri Hamzah, mengenai keterlambatan pemerintah pusat dalam menangani Lombok pascagempa, menarik perhatian sejumlah masyarakat.
Fahri Hamzah mengakui dalam cuitannya tersebut, saat ia berkunjung ke beberapa wilayah di Lombok Utara dan Lombok Timur, bahwa pemerintah daerah mengeluhkan warga yang terus berdemo menuntut agar dana bantuan segera dicairkan.
“Dalam kerumitan itu, tak jarang Pemda menjadi sasaran ketidakpuasan warga. Seakan-akan masalah implementasi bantuan ini mereka yang ciptakan akibat ketidakmampuan mereka. Padahal beban masalah sebenarnya ada di pusat. Kata mereka, “siapa yg janji siapa yg ditagih”. #NTBangkit,” ujar Fahri di salah satu cuitannya.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI ini memulainya dari kronologis gempa di lombok yang terjadi secara beruntun, kemudian dampak kerusakan yang diakibatkan, dan menuliskan jumlah rumah warga yang rusak.
Data yang tercatat dari Posko PBD Provinsi melaporkan ada sekitar 445.343 jiwa yang sedang mengungsi dan sebanyak 149.715 unit rumah yang dilaporkan rusak serta 3.818 unit fasum dan fasos rusak.
Setelah itu, ia menuliskan terkait pencairan dana yang tak sesuai dengan yang diharapkan serta proses pengurusannya yang rumit.
“Saya ya sudah sering ingatkan, yang diperlukan adalah birokrasi bencana yang lugas dan cekatan. Namun justru yang dipraktekkan sekarang adalah birokrasi yang lebih rumit dari birokrasi normal. Menerapkan standar birokrasi normal, di daerah bencana; itu adalah persoalan. #NTBangkit,” tegasnya.
Pengelolaan penanganan atas bencana yang terjadi di Lombok, dinilainya masih bermasalah. Fahri juga menanggapi bahwa inpres yang dikeluarkan tidak berlaku efektif.
Menurutnya, terkait pencairan dana dan pembangunan rumah untuk warga NTB yang semestinya sudah dijanjikan, namun hingga saat ini belum terealisasikan sepenuhnya.
“Terlihat betapa rapuhnya sistem olah data pemerintah, Rp 1,9 T telah dikucurkan ke NTB menghiasi berita nasional, tak pernah ada kelarifikasi bahwa itu tidak benar, tindakan yang sangat merugikan warga NTB karena menganggap NTB sudah tertangani dgn anggaran yg besar, padahal nihil,” tulis Fahri.
Ia menuturkan bahwa masalah lambannya penanganan bencana di Lombok ini patut dijadikan pelajaran untuk membangun sistem yang mampu memberikan bantuan bencana ke warga secepatnya. Hal tersebut dikarenakan lebih dari seratus ribu warga NTB masih belum menemukan kepastian akan bantuan dana pascagempa. (IL4)