Lombok Barat (Inside Lombok) – Pemerintah Kabupaten Lombok Barat melalui Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Lobar membahas rencana hibah lima hektare lahan Pemda ke Mako Kompi Brimob Polda NTB bersama DPRD.
Dalam pembahasan meminta persetujuan DPRD, muncul silang pendapat antar fraksi. Beberapa hal menjadi sorotan sejumlah fraksi. Diantaranya, rencana hibah lahan pemda disetujui bupati di tengah banyaknya persoalan aset lobar yang harus dibenahi. Diperlukan kajian mendalam untuk memetakan antara aset produktif dan tidak produktif sebelum dihibahkan.
DPR memerlukan penjelasan rinci dari Mako Brimob tentang rencana pembangunan di lahan lima hektare itu. Agar jelas dan tidak mubazir.
Menanggapi hal ini, Kepala BPKAD Lobar, Fauzan Husniadi menegaskan bahwa dari seluruh daerah di Pulau Lombok, hanya Kabupaten Lombok Barat yang belum memiliki Mako Kompi Brimob. Sehingga itu sangat dibutuhkan untuk mendukung keamanan dan ketertiban masyarakat. Menurutnya itu menjadi pertimbangan penting, terlepas dari nilai lahan secara ekonomi.
“Eskalasi ancaman Kamtibmas kedepan semakin tinggi, perlu mobilisasi dan perlu pergerakan cepat dalam menyikapi suatu situasi,” Kata Fauzan Husniadi, Jumat (10/7).
Dalam surat persetujuan hibah yang ditandatangani Bupati Lombok Barat dijelaskan, lahan itu merupakan lahan sah Pemda Lobar dengan NIB 23.01.03.02.2.00058. Terletak di Desa Gapuk Kecamatan Gerung Kabupaten Lombok Barat dengan luas total 81.700 m² atau sekitar
delapan hektar lebih. Sementara luas tanah yang dimohonkan Mako kompi Brimob Polda NTB ialah seluas lima hektare.
“Kalau memang dibutuhkan lima hektare untuk pembangunan Mako Kompi Brimob itu kami tidak keberatan, yang penting begitu kita setuju, Brimob segera bekerja untuk menggarap itu, jangan nantinya kita menghibahkan tahun ini nanti 3 tahun kemudian baru didirikan,” Kata ketua DPRD Lobar Nur Hidayah, Jumat (10/7).
Proses hibah lahan tersebut selanjutnya akan melalui tahapan pembahasan di internal komisi satu yang menaungi bidang pemerintahan, hukum dan aset, diikuti pembahasan di paripurna meminta persetujuan seluruh anggota DPR.
“Kalau kita lihat dari apa yang disampaikan oleh rekan-rekan anggota pada dasarnya setuju, asalkan apakah aset ini bermasalah atau tidak. Kemudian luasannya apakah yang dibutuhkan lima hektare ataukah bisa kurang,” lanjut Nur Hidayah.