Lombok Tengah (Inside Lombok) – Keberadaan perusahaan rokok di Dusun Eat Nyiur, Desa Waje Geseng Kecamatan Kopang, Kabupaten Lombok Tengah membuat warga setempat mengeluh.
Nyawa warga terancam karena terus-terusan menghirup polusi udara yang disebabkan oleh tembakau dari perusahaan rokok yang berdiri sejak 15 tahun lalu di permukiman penduduk.
“Kita tidak bisa napas. Tenggorokan kering. Dada sakit. Kalau kita tidak cepat ambil air minum kita tidak bisa napas. Kadang rasanya sampai mau jatuh pingsan. Saya mau lari (ke tempat lain) tapi ke sana pun tetap ada baunya. Terpaksa saya duduk saja sambil tutup hidung. Tidak bisa menghindar,” kata salah satu warga, Fatimah, ketika ditemui di rumahnya, Sabtu (19/9/2020).
Rumahnya hanya berjarak sekitar delapan meter dari perusahaan rokok tersebut. Memang tidak ada suara mesin perusahaan selain suara karyawan yang bekerja di perusahaan rokok tersebut.
Akan tetapi, aroma rokok yang menyengat dari perusahaan rokok sudah membuat anaknya mengalami sesak nafas hingga muntah darah karena terlalu sering menghirup aroma rokok.
Warga lainnya, Aryan mengatakan, keluhan warga terhadap ancaman polusi udara dari perusahaan rokok ini dianggap hanya bualan oleh sejumlah pihak termasuk kalangan DPRD Lombok Tengah yang sudah turun ke lokasi.
Karena itu, dia meminta kepada pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Kesehatan untuk datang mengecek langusng bagaimana kondisi kesehatan warga.
“Dari Dinas Kesehatan silahkan cek (kesehatan) kami di sini. Kami sudah lelah. Bila perlu pemerintah datang untuk merasakan bau tembakau (dampak) ini,” kata Aryan tidak mampu menahan tangisnya.
Dia dan warga lainnya juga mengaku sangat kecewa dengan pernyataan anggota dewan yang membantah apa yang menjadi keluhan warga dan malah mendukung perusahaan tersebut. “Sungguh kami sangat kecewa itu,” sesalnya.
Saat ini, warga sangat mengharapkan perusahaan rokok tersebut ditutup. Karena warga tidak memiliki tempat lain untuk pergi.
Perhatian dari pihak-pihak lain yang perduli terhadap kondisi lingkungan dan kesehatan masyarakat setempat juga sangat dibutuhkan.
“Saya pergi ke pemerintah tidak ada tanggapan, dokter juga tidak ada tanggapan. Jadi yang simpati kepada kami, mari, tolong kami, ungkap semua ini. Anak cucu kami kasihan sudah lama menderita,” harap Aryan dengan derai air mata.
Jarak rumahnya dengan perusahaan rokok tersebut sekitar 15 meter. Warga lain ada yang berjarak enam meter dan empat meter. Masalahnya polusi tembakau tersebut bisa terhirup oleh warga bahkan dengan jarak setengah kilo meter. Perusahaan pun beroperasi dari pagi hingga pukul 00:00 Wita.
Dia juga menduga perusahaan rokok tersebut sudah menutup mulut orang-orang yang memiliki pengaruh kebijakan dengan uang. Itulah yang menurutnya menjadi hambatan warga untuk mendapatkan keadilan. Beberapa kali warga menyuarakan masalah ini namun malah berakhir di ranah hukum.
“Kami di daerah ini merasa terdzolimi. Kok bisa adik-adik kami dianggap melakukan pencemaran nama baik dan menjadi tersidik. Untuk sementara ini saja sudah dua adik-adik saya jadi tersidik di Sektor dilaporkan dikatakan pencemaran nama baik,” imbuhnya.
Sementara itu, Hj. Nemah yang merupakan istri dari pemilik perusahaan rokok tersebut menampik tuduhan masyarakat. Menurutnya, perusahaan sudah menyerapa ratusan tenaga kerja. Dia mengklaim kalau warga yang menolak kehadiran perusahaan tersebut hanya segelintir orang saja.
“Dia (warga) bilang bau. Ternyata tidak ada baunya, kan. Sudah dari 2005 kerja (perusahaan buka). Istilahnya orang tidak senang yang lapor yang tidak kerja di sini,” klaimnya.
Dikatakan, perusahaan rokok yang dirintisnya bersama suaminya itu sudah mengantongi izin usaha. Adapun tuduhan warga terkait dengan limbah rokok menurutnya tidak ada.