Mataram (Inside Lombok) – Dinas Pertanian Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, mengatakan penanganan hasil produksi tomat petani yang melimpah perlu kerja sama organisasi perangkat daerah (OPD) terkait lainnya, agar dapat dikelola maksimal, memiliki nilai ekonomi lebih serta tidak merugikan petani.
“Saat ini hasil panen tomat petani sedang melimpah dan berdampak pada harga yang sangat murah atau dapat dikatakan anjlok, sehingga perlu penanganan dan kerja sama pihak terkait agar petani tidak rugi,” kata Kepala Dinas Pertanian Kota Mataram H Mutawalli di Mataram, Kamis.
Dalam beberapa pekan terakhir ini, harga tomat di sejumlah pasar tradisional di Kota Mataram hanya berkisar Rp2.000 hingga Rp3.000 per kilogram.
Terkait dengan itu, untuk penanganan dan solusi agar petani tidak rugi, perlu kerja sama OPD terkait misalnya Dinas Koperasi Perindustrian dan UKM serta Dinas Perdagangan.
Program penanganan dapat dilakukan melalui, pelatihan bagaimana cara mengolah tomat ketika panen melimpah akibat musim panen yang bersamaan dengan daerah lain.
“Petani bisa dilatih mengolah tomat menjadi saos tomat, jelly, dodol dan lainnya,” katanya.
Lebih jauh Mutawalli mengatakan, kalau harga jualnya stabil Rp3.000 per kilogram, petani masih mendapatkan untung, tapi kalau hanya Rp2.000 per kilogram petani rugi sebab biaya produksinya tidak tertutupi.
Dia mengatakan, kondisi seperti saat ini sudah sering dialami petani hortikultura sehingga petani sudah melakukan antisipasi.
Karena itu, petani juga disarankan agar program taman tomat dilaksanakan bersamaan dengan taman cabai atau dengan istilah tumpang sari. Jadi, ketika harga tomat anjlok, maka harga cabai naik. Begitu sebaliknya kalau harga cabai turun, harga tomatlah yang naik.
“Untuk produksi tomat kami belum tahu persis, karena ditanam bersamaan dengan cabai dimana tahun ini luas tanam cabai di Mataram 65 hektare,” katanya. (Ant)