Mataram (Inside Lombok) – Mahkamah Agung mengabulkan gugatan perdata yang dimohonkan jaksa pengacara negara (JPN) dari Kejati Nusa Tenggara Barat (NTB) terkait sengketa lahan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika.
“Jadi putusannya, Mahkamah Agung menyatakan kita menang di kasasi,” kata Kajati NTB Nanang Sigit Yulianto di Mataram, Jumat.
Permohonan kasasi ini dimohonkan JPN dari Kejati NTB setelah di tingkat banding dari gugatan yang diajukan Umar, salah seorang warga yang mengklaim lahan seluas 5,9 hektare di atas sertifikat hak pengelolaan lahan (HPL) Nomor 73, KEK Mandalika.
Dengan dikabulkannya permohohan kasasi ini, jelasnya, lahan yang sebelumnya diklaim oleh Umar, kini sudah dapat dikelola oleh PT. Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero) atau Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC).
Namun demikian, Nanang mengatakan bahwa informasi permohonan kasasi-nya dikabulkan belum diterima secara resmi dari Mahkamah Agung.
“Jadi untuk lengkapnya tentang ini saya belum bisa sampaikan. Nanti kalau sudah terima resminya, baru jelas,” ujarnya.
Terkait dengan upaya hukum luar biasa, yakni peninjauan kembali (PK) yang menjadi kesempatan penggugat meraih keinginannya, Nanang menyatakan pihaknya tidak mempermasalahkan dan mempersilahkan kepada Umar untuk memanfaatkan hak tersebut.
“Silahkan, itu kan haknya mengajukan (PK). Kami pastinya melawan,” ucapnya.
Penasehat hukum Umar, Muhtar M Saleh, masih enggan memberikan keterangan terkait kabar putusan kasasi yang merugikan kliennya tersebut.
“Saya kan harus baca dulu putusan itu secara utuh. Mulai dari pertimbangannya, hingga amar putusannya,” kata Muhtar.
Muhtar mengakui telah melihat putusan kasasi-nya di laman resmi milik Mahkamah Agung, namun informasi terkait putusan kasasi ini, belum cukup jelas tersampaikan.
“Kami lihat masih rincu. Hanya tertulis kata Kabul,” kata Muhtar.
Meskipun belum menerima informasi resmi dari Mahkamah Agung, namun Muhtar meyakinkan bahwa pihaknya sudah memikirkan strategi lanjutan ketika putusan kasasi tersebut akan mengecewakan kliennya.
“Kami berkeyakinan, lahan yang disengketakan itu adalah milik klien kami. Klien saya ini memiliki sertifikat asli yang belum pernah dibatalkan oleh BPN. Kita lihat nanti,” ujarnya.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Praya dalam putusan nomor 71/Pdt.G/2018/PN Praya, menyatakan Buku Tanah Nomor 889, surat ukur tanggal 13 Januari 2005 Nomor 458/KTA/2005 seluas 59.900 meter persegi atas nama Umar, dan Buku Tanah Nomor 626, surat ukur tanggal 18 September 1999 Nomor 65/Kuta/1999 seluas 30.100 meter persegi atas nama Umar tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Putusan hakim juga menyatakan sah terkait objek sengketa adalah milik penggugat rekonpensi berdasarkan sertifikat HPL nomor 73 tanggal 25 Agustus 2010, Surat Ukur Nomor 94/Kuta/2010 tanggal 14 Juli 2010, luas 1.223.250 meter persegi atas nama PT. Pengembangan Pariwisata Bali (Persero). (Ant)