26.5 C
Mataram
Senin, 25 November 2024
BerandaKriminalDua Tersangka Kasus Lahan Relokasi Banjir Bima Diperiksa

Dua Tersangka Kasus Lahan Relokasi Banjir Bima Diperiksa

Mataram (Inside Lombok) – Dua tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan lahan relokasi banjir di Sambinae, Kota Bima, Nusa Tenggara Barat pada tahun 2017, diperiksa penyidik jaksa.

Juru Bicara Kejati NTB Dedi Irawan di Mataram, Selasa, mengatakan, pemeriksaan kedua tersangka untuk kelengkapan berkas perkara yang rencananya akan dilimpahkan ke jaksa peneliti.

“Jadi ini pemeriksaan mereka sebagai saksi mahkota. Mereka saling memberikan kesaksian untuk peran masing-masing tersangka,” kata Dedi.

Dua tersangka yang diperiksa berinisial HA, Mantan Kepala Dinas Perumahan dan Pemukiman (Perkim) Kota Bima dan US, makelar lahan dari kalangan masyarakat.

Tersangka HA melalui kuasa hukumnya, Saripudin, mengatakan bahwa kliennya diperiksa soal proses pembebasan lahan yang luasannya mencapai tujuh hektare tersebut.

“Sebenarnya semua proses administrasinya sudah dipenuhi. Pemilik lahan juga tidak ada keberatan,” kata Saripudin.

Karena itu, dia mempertanyakan unsur korupsi yang disangkakan penyidik terhadap kliennya. Salah satunya terkait penetapan lokasi dan harga pembelian lahan oleh tim appraisal.

“Appraisal Rp12 juta per are. Ini dibayarnya Rp11,5 juta. Terus letak kerugian negaranya dimana?,” ujarnya.

Bahkan nilai appraisal telah disetujui oleh 10 pemilik lahan. Kemudian sembilan diantaranya memberikan kuasa kepada tersangka US.

“Uangnya juga dikirim langsung ke rekening pemilik lahan,” ujarnya menegaskan.

Kasus dugaan korupsi ini muncul pasca kebijakan pemerintah daerah terkait dampak banjir yang melanda warga di Sambinae, Kota Bima, pada Tahun 2017.

Kemudian pemerintah daerah melalui Dinas Perkim Kota Bima, membuat program relokasi korban banjir dengan mendistribusikan anggaran Rp4,9 miliar.

Dari anggaran tersebut muncul kesepakatan untuk merelokasi korban banjir ke wilayah perbukitan. Luas lahan yang dibebaskan mencapai tujuh hektare.

Setelah dilakukan negosiasi dengan pihak panitia melalui tim appraisal, lahir sebuah kesepakatan harga pembelian lahan Rp11,5 juta per are.

Namun munculnya harga tersebut bukan dari pemilik lahan, melainkan diduga melalui tersangka US, yang diberikan kuasa oleh para pemilik lahan untuk mencapai kesepakatan harga dengan panitia.

Karenanya dalam kesepakatan harga, US diduga bermain. Kepada warga, US memberikan harga Rp6 juta hingga Rp9 juta per are. Sehingga muncul kelebihan pembayaran yang nilai keseluruhannya mencapai Rp1,7 miliar.

Nilai tersebut yang diduga turut dinikmati tersangka HA, ketika masih menjabat Kadis Perkim Kota Bima. Nominal kelebihan pembayaran ini pun kemudian menjadi angka kerugian negaranya. (Ant)

- Advertisement -

- Advertisement -

Berita Populer