Mataram (Inside Lombok) – Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat melimpahkan berkas dugaan korupsi dana Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sewa gedung UPT Asrama Haji Embarkasi Lombok periode tahun 2017-2019.
“Berkasnya baru tahap satu (pelimpahan berkas ke jaksa peneliti) Senin (16/11) kemarin,” kata Juru Bicara Kejati NTB Dedi Irawan di Mataram, Kamis.
Karenanya, Dedi mengatakan penyidik menunggu hasil penelitian jaksa. Apabila ada petunjuk tambahan, pihaknya akan melakukan pemenuhan.
Dalam kasus ini, penyidik menetapkan pejabat UPT Asrama Haji Embarkasi Lombok yang berperan sebagai kepala dan bendahara, berinisial AF dan IJK, sebagai tersangka.
Keduanya diduga bersekongkol menggunakan dana yang seharusnya disetorkan ke negara untuk kepentingan pribadi.
Akibat perbuatannya, muncul kerugian negara mencapai Rp400 juta. Penyidik menetapkan nominal tersebut sebagai kerugian negara berdasarkan hasil audit Inspektorat NTB.
Karena itu, AF dan IJK dalam berkasnya ditetapkan sebagai tersangka dengan ancaman pidana Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam locus yang sama, penyelidikan dugaan korupsi dana hibah yang diterima UPT Asrama Haji Embarkasi Lombok untuk rehabilitasi gedung dari Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), dikatakan Gunawan masih menunggu hasil audit.
“Audit-nya di Jakarta, itu yang masih kita tunggu,” ucapnya.
Hasil audit tersebut, jelasnya, berkaitan dengan kerugian negara yang muncul dari temuan BPKH. Nominal kerugiannnya cukup besar, mencapai Rp1,1 miliar. Temuannya didapatkan dari kelebihan pembayaran pekerjaan.
Adapun pekerjaan yang kelebihan pembayaran itu muncul dalam item renovasi dan pemeliharaan gedung, seperti pembangunan hotel senilai Rp373 juta, Gedung Mina Rp235 juta, Gedung Sofha Rp242 juta, Gedung Arofah Rp290 juta, dan Gedung PIH Rp28 juta. (Ant)