Lombok Barat (Inside Lombok) – Pihak Gapensi (Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia) Lobar menyampaikan hasil analisa sementara di lapangan terkait longsor dan ambles yang terjadi di beberapa titik proyek penataan Senggigi. Itu diduga tejadi karena adanya kekeliruan dalam hal perencanaan.
“Karena ternyata pondasi-pondasi yang dibebani dalam penataan itu adalah pondasi lama. Dan secara struktur, pondasi itu seharusnya tidak memungkinkan untuk dibebani dengan pondasi baru lagi” kata ketua BPC Gapensi Lobar, H. Salman, Jum’at (12/02/2021).
Sehingga karena adanya trotoar yang berat yang tidak mampu ditopang oleh pondasi lama itu kemudian dinilai menyebabkan tergerusnya pondasi di kawasan itu. Lalu berpengaruh juga terhadap urukan tanah yang ada di tebing tersebut.
“Seharusnya juga jarak tiang yang satu dengan yang lainnya jangan terlalu jauh seperti itu, paling tidak jaraknya satu meter-satu meter. Atau tidak menggunakan pondasi tiang tapi menggunakan pondasi utuh” paparnya.
Salman menjelaskan, seharusnya penguatan pondasi itu dimulai dari bawah, kemudian lanjut ke bagian atas. Lalu bagian atasnya diberikan urukan yang dipadatkan. Baru kemudian bisa dibebankan trotoar. Khusunya untuk kawasan penataan di seputaran Sheraton (Senggigi View).
“Sama hal nya dengan yang di tanjakan Alberto, seharusnya itu harus ada penguatan pondasi dulu dari bawah, apalagi itu akan terkena hantaman ombak” kata Salman.
Sehingga bila ditelisik, dia menyebut seharusnya di kawasan itu harus disiapkan terlebih dahulu pemecah ombak baik dari beton maupun batu. Sehingga ketika ada ombak besar, itu seharunya dapat menjaga pondasi dari hantaman ombak.
“Yang jadi kekhawatiran kami, jangan sampai nanti jalan itu menjadi terputus. Karena di bawahnya sudah habis” ketusnya.
Sehingga ia mendorong, semua pihak terkait termasuk kontraktor untuk segera mencari solusi terbaik.
“Seharusnya kan sebelum memulai proyek itu perencanaannya harus matang, survei juga matang. Saat musim hujan lokasi itu seperti apa, saat kemarau seperti apa, jangan sampai perencana itu hanya memikirkan indahnya tanpa memikirkan risiko” tegas dia.
Ia pun menyebut adanya kemungkinan kurang matangnya perencanaan itu karena yang memenangkan tender adalah kontraktor dari luar daerah yang dinilai kurang memahami geografis lokasi itu.
“Karena kontraktor luar kan hanya akan bekerja sesuai dengan yang tertera di dalam gambar dan spek penawaran itu. Sehingga pondasi yang sudah rapuh tetap dipaksakan beban baru” ucapnya.
Sehingga selain konsultan perencana, dalam kasus ini, dirinya menyebut, kontraktor pelaksana pun harus turut bertanggungjawab.
“Baru nanti ada tanggungjawab juga dari konsultan pengawas dan PTP yang dari Dinas harus bertanggungjawab juga” imbuhnya.
“Jangan sampai sekarang dewan mendorong APH untuk masuk, kemudian Pemda bergantung pada balai jalan. Ya ndak bisa begitu” tegasnya.
Sehingga yang dibutuhkan saat ini, ditegaskan Salman, perlunya semua yang terlibat dipanggil untuk duduk bersama membahas solusi. Karena jangan sampai, lanjutnya, ada yang nantinya justru menjadi korban hukum.