Mataram (Inside Lombok) – Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) mengeluarkan aturan pembatasan pemakaian senapan angin terkait maraknya pemburu liar yang diketahui sering memasuki kawasan Gunung Rinjani tanpa izin. Aturan tersebut berdasarkan surat edaran yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rasio Ridho Sani, beberapa waktu lalu.
Kepala BTNGR, Sudiyono, menerangkan bahwa pihaknya khawatir terkait jumlah satwa lokal yang ada di kawasan TNGR semakin hari jumlahnya semakin sedikit. Menurut Sudiyono perlu adanya kesadaran dari masyarakat yang mengunjungi TNGR bahwa wilayah TNGR merupakan hutan lindung.
“Kita khawatir soalnya orang-orang ini kadang bahkan menembak satwa bukan juga buat dimakan, malah cuma buat senang-senang saja. itu kan mengurangi jumlahnya,” ujar Sudiyono, Sabtu (23/03/2019) saat dihubungi Inside Lombok.
Sudiyono menerangkan bahwa berdasarkan Undang-undang, wilayah TNGR merupakan hutan lindung yang semua satwa dan tumbuh-tumbuhannya dilindungi secara hukum. Namun masih banyak oknum-oknum yang sering memasuki wilayah TNGR tanpa izin dan melakukan penembakan.
“Penembakan itu cuma boleh buat olahraga. Untuk perburuan itu dilarang. Kalau di TNGR kan semuanya dilindungi, bahkan patahan kayu yang sudah kering itu dilindungi. Semoga kita semua memahami dan mematuhi itu,” ujar Sudiyono.
Menurut Sudiyono, salah satu kendala dalam pengawasan adalah minimnya jumlah petugas yang dapat terjun ke lapangan. Untuk itu, Sudiyono menerangkan bahwa pihaknya sangat membutuhkan dukungan dari masyarakat untuk sama-sama menjaga kelestarian kawasan di TNGR.
“Walaupun selama ini kami keluarkan dalam bentuk imbauan, tapi itu hukumnya kan jelas. Kami tentu saja butuh bantuan dari masyarakat juga, sebab petugas di TNGR sendiri jumlahnya sedikit. Semoga kita semua mematuhinyalah,” pungkas Sudiyono.
Aturan hukum yang dimaksud Sudiyono sendiri adalah Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya, khusus pasal 21 ayat 2 huruf a yang menyatakan bahwa setiap orang dilarang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup, sebab hal tersebut berimplikasi terhadap tindakan kejahatan kehutanan.
TNGR sendiri diketahui merupakan habitat bagi beberapa satwa yang dilindungi seperti musang rinjani, Lutung Bideng, Trenggiling, Burung Cikukua Tanduk, Dawah Hutan, Kepodang Kuduk Hitam, serta Rusa Timor yang menjadi maskot Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) sendiri. Satwa-satwa tersebut tersebar di seluruh wilayah TNGR dengan luas 40.000hA. Setiap tahun, jumlah satwa-satwa tersebut dilaporkan mengalami penurunan.