Lombok Barat (Inside Lombok) – Masyarakat desa Gapuk kecamatan Gerung Lombok Barat (Lobar) menuntut Kompensasi Dampak Negatif (KDN) terhadap mobilitas kendaraan pengangkut sampah menuju Tempat Pembuanga Akhir (TPA) Kebon Kongok.
Kendaraan pengangkut sampah tersebut melewati desa Gapuk setiap hari dan menimbulkan beberapa dampak lingkungan.
“Kami menuntut diperlakukan adil seperti desa-desa lain yang menjadi daerah perlintasan kendaraan pengangkut sampah menuju Kebon Kongok, mereka kan dapat kompensasi,” ketus Kades Gapuk, Nurdin, Jum’at (23/07/2021) pekan lalu.
Jika usulan Kompensasi KDN masyarakat Gapuk ini tidak dipenuhi, warga mengancam akan melakukan aksi. Dan mereka meminta agar lalu lintas kendaraan pengangkut sampah, jangan lagi melalui desa Gapuk melainkan melalui desa Banyumulek saja. Karena desa tersebut mendapat kompensasi.
Menurut dia, tidak hanya lalu lalang kendaraan yang menjadi keluhan warga. Tetapi juga ceceran sampah yang selalu berjatuhan, terutama dari truk pengangkut sampah yang atasnya tidak ditutup. Hal itu mendesak warga menuntut pemberian kompensasi ke pemerintah Provinsi NTB.
“Sebelumnya kami tidak mengetahui mengenai kompensasi tersebut. Yang dikira bahwa itu hanya akan diberikan kepada desa yang menjadi lokasi pembuangan sampah,”ujarnya.
Tetapi setelah melakukan kajian, terdapat Perda NTB nomor 5 tahun 2019 yang mengatur tentang dengan pengalihan status TPA Kebon Kongok menjadi TPA regional. Dalam aturan itu dijelaskan mengenai pemberian kompensasi.
Namun setelah dikonfirmasi ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Lobar, dijelaskan bahwa penanganan sampah TPA Kebon Kongok sudah langsung ditangani provinsi, tidak lagi Pemda Lobar.
Dijelaskan, pada bulan Februari lalu DLHK Provinsi bersama dengan DLH Lobar dan kota Mataram telah melakukan pembahasan mengenai pememberiani kompensasi yang diajukan oleh desa Gapuk.
Namun, pada saat itu, katanya keputusan mengacu pada surat DLKH Provinsi. Bahwa desa Gapuk tidak masuk dalam prioritas penerima KDN. Karena jaraknya dengan TPA regional Kebon Kongok lumayan jauh yakni sekitar 2.700 meter.
“Tapi Kabid DLHK provinsi sudah pernah menghitung dan melihat lalu lalang kendaraan pengangkut sampah di desa kami. Tapi sayang dia tidak hadir saat DLHK provinsi rapat dengan DLH Lobar dan Mataram,” ketus dia.
Pada saat pembahasan mengenai pemberian kompensasi itu, pihak desa Gapuk juga tidak diundang oleh DLH Lobar mau pun Provinsi. Padahal wilayahnya juga termasuk daerah yang juga terdampak kegiatan pengangkutan sampah ke TPA Kebon Kongok tersebut.
“Karena menjadi kawasan perlintasan kendaraan pengangkut sampah yang dari wilayah Lobar. Karena itu harusnya kan desa Gapuk bisa mendapatkan perlakuan yang sama (memperoleh KDN),”cetusnya.
“Memang apa bedanya dengan desa Banyumulek yang dilalui kendaraan pengangkut sampah yang dari Mataram dan kami dilalui kendaraan dari Lobar,”katanya lagi.
Apalagi, daerahnya dengan desa Banyumulek juga sama-sama tidak termasuk desa dengan dampak pencemaran lingkungan dan polusi sampah. Tetapi sama-sama menjadi daerah perlintasan kendaraan pengangkut sampah setiap harinya.
“Oleh karena itu, kami berharap Pemprov tidak hanya memperhatikan desa-desa yang masuk rasio paling dekat dengan TPA. Karena di pasal mengenai KDN itu juga dibahas mengenai dampak lain-lain,” tegas dia.
Kades Sukamakmur, H. Slamet justru mengaku mendukung tuntutan masyarakat desa Gapuk untuk memperoleh KDN. Supaya desa Gapuk bisa memperoleh keadilan, sama seperti yang diterima oleh desanya dan desa lain yang menjadi kawasan perlintasan.
“Saya mendukung dan sudah ikut bertanda tangan” akunya.
Namun, terkait hal itu, Kadis DLHK provinsi, Madani Mukarom, menyebut bahwa penentuan pemberian KDN sudah melalui kesepakatan antara DLH Lobar dengan tiga desa yang menjadi daerah yang berhak memperolehnya.
“Kalau usulan desa Gapuk sudah kita bahas dengan DLH Lobar dan kota Mataram. Dan masih kita pertimbangkan” pungkas dia singkat.