Mataram (Inside Lombok) – Penjual mainan anak-anak atau yang sering disebut penjual bas-basan sering dijumpai menunggu pembeli di depan sekolah-sekolah. Di tengah kemajuan zaman, penjual mainan dengan gerobak yang diangkut di atas sepeda itu masih tetap eksis. Bahkan anak-anak sekolah dasar (SD) masih banyak yang tergiur membelanjakan uang jajan mereka untuk membeli berbagai jenis main dengan harga cukup murah yang dibawa para penjual bas-basan.
Eksistensi penjual bas-basan tetap banyak dilirik anak-anak, mulai dari taman kanak-kanak (TK) hingga SD. Karena mainan yang dijual berbagai macam pilihan, selain itu mainan keluaran terbaru pun ada tersedia. Hal tersebut diakui para penjual bas-basan masih menjadi penyemangat mereka untuk berjualan mainan murah, di tengah gempuran permainan online yang juga digandrungi anak-anak saat ini.
“Ndak tersaingi, karena kita kan jualannya ke sekolahan anak-anak ini, kalau dia beli online kan dia ndak liat barangnya,” ujar Jamiludin, salah seorang penjual bas-basan saat ditemui di salah satu SD di Ampenan, Selasa (1/3).
Dikatakan, penjual bas-basan tidak merasa kalah saing dengan penjualan mainan secara online karena pasang pasarnya sudah berbeda. Meskipun banyak juga yang menjalankan usaha bas-basan ini. Bahkan dalam satu sekolah saja bisa ada 2 penjual bas-basan nangkring di depan sekolah.
“Kan anak-anak yang pilih mau beli di mana, makanya kita sediakan berbagai macam mainan, supaya ada pilihan mereka. Misalnya ada barang baru, itu biasanya banyak dibeli anak-anak,” ungkapnya.
Sayangnya, kondisi penjualan bas-basan sekarang ini sedikit berkurang karena adanya pandemi. Di mana jam sekolah berkurang dan siswa masuk sekolah tidak seluruhnya lantaran dibatasi. Jamiludin sendiri hanya berjualan beberapa jam saja di satu sekolah, kemudian pindah ke sekolah yang siswanya masih ada.
“Jualan cuma sebentar sampai jam 10 atau setengah 11 siang, karena yang sekolah sedikit. Keliling ke dua sekolah di sini (Ampenan) sama SD di Bengkaung,” terangnya.
Menurutnya, dari tahun ke tahun minat anak-anak SD membeli mainan di bas-basan masih cukup tinggi. Karena harganya murah dan barang yang disediakan juga dengan berbagai macam. Mulai dari permainan bom yakni satu buah kertas yang digosok lingkaran hitamnya dibandrol seharga Rp1.000 per lembar, kemudian ada kartu kuartet, stiker, rubrik, slime, pop it, pistol-pistolan, ular mainan, gantungan kunci, mobil-mobilan dan berbagai macam mainan dengan harga paling tinggi Rp25 ribu.
“Harganya dari Rp1-2 ribu, sampai ke Rp25 ribu, yang di hari lebaran baru kita bawa yang mahal-mahal. Kalau pas sekolah gini paling murah-murah barangnya,” paparnya.
Masa pandemi memang menjadi dampak paling dirasakan oleh semua pengusaha, dari pengusaha besar hingga kecil juga merasakan. Begitu juga dengan penjual bas-basan, karena hampir 1 tahun lamanya tidak ada sekolah yang buka. Begitu juga tempat-tempat wisata ditutup sementara, sehingga mau tidak mau harus setop berjualan untuk sementara waktu.
Jamiludin warga Banyumulek ini merasakan hal tersebut, penjualannya selama pandemi ini merosot jika dibandingkan dengan kondisi sebelum pandemi. Salah satunya karena tidak ada anak sekolah, terlebih sasaran pasarnya memang kepada anak-anak sekolah.
“Menurun pendapatan setelah pandemi paling sehari itu dapat Rp200-300 ribu karena anak sekolah selang seling. Kalau dulu bisa lebih dari itu sehari, jualan dari pagi sampai jam 1 siang pulang sekolah,” jelasnya.
Sementara itu, salah satu anak yang tengah belanja, Annisa mengatakan penjual bas-basan banyak dicari untuk membeli beberapa mainan karena harganya murah. “Beli kartu bom buat digosok-gosok harganya Rp1.000, ada juga mainan. Tapi cuma mau beli itu aja,” katanya. (dpi)