Seandainya Bapak Mati
tangis takkan kupecah
meski airmataku jatuh
ketika cambuk gemuk bapak
melesat ke kurus tubuhku.
atau
bapak tidak akan mendengar tangisku
seperti ia yang tidak mendengar jatuhnya
airmata pertamaku
karena sibuk berkemas pergi berlibur
2021
Dokumen Kematian Bapak
selepas subuh turun dari masjid
bapak menyiapkan dokumen kematiannya
agar aku, anaknya, yang ia tinggalkan pergi berlibur
saat ibu melahirkan. tidak kerepotan.
di hadapan makanan pagi
bapak mengisi semua dokumen kematiannya
dengan darah tangan tuanya
aku telah menawarkan diri
menulis tanpa kesalahan
hanya saja bapak tidak percaya, ia tidak percaya, padaku,
anaknya sendiri
bapak lebih percaya, ia lebih percaya pada dirinya sendiri
2021
Surat dari Bapak
nak,
bila nanti aku mati, cetak puisi-puisi palesku
yang terselip di retak kursi
lempar ke samudera
bila ia tidak basah
maka aku, bapakmu, menjadi penyair anti air
2021
Nenek Menyulam di Beranda
nenek menyulam
benang-benang pagi
membelakangi matahari
di beranda
sweter sulaman
tangan senjanya
menghangatkan
masa depanku
yang dingin
2021
Chaidir Amry, lahir di Mataram 14 Juli 1994. Menyelesaikan pendidikan strata 1 bidang Komunikasi Penyiaran Islam di UIN Mataram. Puisi-puisinya pernah dimuat di beberapa media cetak dan daring.