Mataram (Inside Lombok) – Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) NTB menyebutkan penerimaan remitansi atau uang yang masuk dari para pekerja migran Indonesia (PMI) sampai dengan April 2022 mencapai Rp100.802.133.811. Jumlah penerimaan remitansi ini setiap tahunnya bahkan diakui mengalami peningkatan.
Kepala Disnakertrans NTB, I Gede Putu Aryadi mengatakan pihaknya mendorong agar remitansi yang diperoleh keluarga PMI bisa dipergunakan untuk hal produktif. Di mana remitansi yang diperoleh keluarga PMI dialihkan untuk modal usaha dan sejenisnya.
Disnakertrans NTB mencatat perolehan remitansi PMI NTB 2022 ini untuk Januari sebanyak Rp23.904.927.275. Kemudian pada Februari mencapai Rp23.800.051.182. Sedangkan pada Maret mencapai Rp24.464.095.774, dan April mencapai Rp 28.633.095.577.
“Sepanjang 2022 sampai dengan April ini total penerimaan remitansi NTB mencapai Rp100.802.133.811. Setiap bulan mengalami kenaikan,” ujar Aryadi, Senin ( 30/5).
Untuk tahun ini jika dilihat pada negara penempatan para PMI, sumber pengiriman lebih besar dari kawasan Timur Tengah Saudi Arabia sebanyak Rp49.972.054.111. Padahal jumlah PMI yang bekerja di negara tersebut tidaklah banyak. Jika dibanding dengan negara yang banyak peminatnya seperti Malaysia, justru penerimaannya lebih rendah, yakni kawasan Asia Pasifik Malaysia sebanyak Rp1.378.138.879.
“Sekarang yang terbesar dari Saudi Arabia, karena tenaga kerja yang lebih banyak kita kirim adalah tenaga kerja formal,” tuturnya. Meskipun hingga kini masih moratorium untuk informal. Maka yang diberangkatkan ke Saudi Arabia adalah laki-laki untuk sektor formal sebagai tukang, perhotelan dan tenaga keamanan yang digunakan perusahaan.
“Beda dengan informal yang menggunakan sektor rumah tangga. Kita tetap mendorong supaya remitansi yang diterima ini bisa dimanfaatkan untuk modal usaha,” imbuhnya.
Sementara itu, guna mengelola remitansi PMI oleh pihak keluarga, sambungnya, telah diberikan pelatihan untuk mengembangkan usaha secara mandiri dari jumlah remitansi yang diperoleh.
“Kita arahkan yang produktif untuk membuka lapangan kerja baru di dalam daerah khususnya pedesaan. Jangan hanya beli atau bikin rumah, perabotan bahkan modal nikah lagi,” tandasnya. (dpi)