Mataram (Inside Lombok) – Penyebaran penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menjangkiti hewan ternak masih marak terjadi jelang Iduladha tahun ini. Kondisi ini pun menjadi keluhan masyarakat, terutama para peternak.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) NTB, H. Anang Zainuddin mengatakan dalam pemilihan hewan kurban ada syarat-syarat yang harus terpenuhi. Seperti umur untuk sapi minimal dua tahun, kambing satu tahun dan unta lima tahun, tidak cacat baik kaki, telinga, tanduk, gigi dan bagian anggota tubuh yang lain.
“Itu aturan formal yang ditentukan dalam syariat islam,” katanya.
Kendati, dengan banyaknya kasus PMK yang terjadi saat ini maka hewan-hewan tersebut dikhawatirkan tidak bisa dikurbankan lantaran masuk kategori memiliki cacat. Akan tetapi untuk menentukan apakah bisa dikurbankan atau tidak, MUI tidak bisa menentukan sepihak. Pasalnya, harus berdasarkan dari Kementerian Pertanian yang memiliki kewenangan terhadap hewan ternak yang saat ini sedang terserang PMK.
“Pertanggungjawaban tentang keamanan pangan itu bukan urusannya MUI, tapi instansi yang terkait. Jadi MUI merekomendasikan tentang hewan kurban akan mengacu ke situ,” ujarnya.
Ia mengatakan, saat ini MUI NTB belum mendapatkan informasi resmi atau surat dari MUI pusat terkait hewan kurban di masa penyebaran virus PMK ini. Dengan waktu yang masih tersisa sekitar satu bulan lebih, akan berkoordinasi dengan instansi terkait untuk membahas kondisi hewan kurban.
“Kami turun nanti. Tapi karena ada aturan dari pemerintah itu akan mengacu kesana untuk memenuhi syarat Syariat tapi juga syarat kesehatan,” katanya.
Saat ini, MUI NTB masih menunggu fatwa resmi MUI pusat terkait hewan kurban. Namun jika hingga jelang perayaan Iduladha tidak ada fatwa yang disampaikan, maka akan disesuaikan dengan kondisi daerah sesuai dengan kebijakan pemda masing-masing.
“Kalau pemda bilang sudah aman, bisa kita jadikan acuan. Tapi yang jelas, ketentuan yang dikeluarkan oleh pemerintah itu persyaratan itu sudah dipenuhi. Kan ada di situ disebutkan mengenai bahwa untuk dikonsumi itu di mungkinkan,” ungkapnya. Ditegaskannya, yang menentukan ternak positif PMK bisa dikurbankan atau tidak nantinya adalah pihak berwenang, seperti dinas dan dokter hewan. (azm)