Mataram (Inside Lombok) – Pihak Universitas Pendidikan Mandalika (Undikma) mengklaim terbuka menyelesaikan masalah pelaporan delapan orang mahasiswanya secara restorative justice. Penasehat Hukum Undikma, Irpan Suriadiata bahkan menyebut sebelum laporan ke polisi dibuat, sudah dilakukan penyelesaian dengan komunikasi antara kedua belah pihak, baik kampus maupun mahasiswa yang bersangkutan.
Sebelumnya laporan dibuat lantaran kedelapan mahasiswa tersebut dinilai melakukan pengrusakan sejumlah fasilitas kampus saat melakukan demonstrasi. Saat itu para mahasiswa menggelar demonstrasi menuntut hak atas fasilitas layak, transparansi dana SPP dan menolak jam malam di Undikma.
Diterangkan Irpan pihaknya membuat laporan ke polisi setelah upaya diskusi pasca-demonstrasi tidak berhasil. Pada pokoknya pihak kampus disebut merasa dirugikan atas pengrusakan yang dilakukan oleh mahasiswa, sehingga terjadi pelaporan ke polisi sebagai upaya penyelesaian sesuai hukum.
“Mekanisme yang baik, yaitu berdiskusi dengan mahasiswa tetapi rupanya kedua belah pihak merasa benar pada posisi masing-masing. Mahasiswa merasa benar, ini (kampus, reda) merasa benar. Padahal kampus merasa tindakan itu tidak dibenarkan secara hukum maupun secara sosial,” ujar Irpan kepada Inside Lombok saat dihubungi.
Di sisi lain, pihaknya mengakui penyampaian aspirasi di muka umum seperti demonstrasi yang dilakukan para mahasiswa juga diatur oleh undang-undang dan diperbolehkan. Namun pelaporan ke pihak kepolisian dibuat pihaknya agar ada penengah untuk kedua belah pihak yang sama-sama merasa benar.
“Apakah ini murni merupakan penyampain pendapat, ataukah ada hal lain secara hukum yang dilanggar. Oleh karena pihak Undikma melalui saya penasehat hukumnya mengambil langkah untuk mengajukan laporan ke Polresta Mataram untuk dilakukan penyelidikan,” jelasnya.
Dari laporan yang dibuat oleh pihak kampus tersebut telah dilakukan penyelidikan oleh pihak kepolisian. Antara lain dengan memeriksa saksi-saksi, melengkapi dokumen, mengambil barang bukti yang dirusak oleh mahasiswa, memeriksa CCTV dan video.
Berdasarkan hasil penyelidikan itu status pelaporan dinaikkan ke penyidikan, sehingga telah ditetapkan para mahasiswa terlapor sebagai pelaku pengrusakan. “Jangan dibuat yang mentersangkakan itu Undikma, itu keliru. Yang mentersangkakan itu adalah kepolisian berdasarkan alat bukti yang didapat oleh pihak kepolisian setelah dilakukan proses penyelidikan dan penyidikan atas laporan yang disampaikan Undikma,” ungkapnya.
Berdasarkan laporan pihaknya, Irpan menjabarkan ada beberapa fasilitas kampus yang dirusak dari aksi demonstrasi di kampus Undikma. Antara lain ada bangku, meja, alat fingerprint atau absensi elektronik untuk dosen, bok komputer, dan pelantang nirkabel. Selain itu ada juga aksi pembakaran di depan ruangan rektor, merusak meja panjang depan ruang rektor. Di sisi lain, pihak Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mataram sebagai penasehat hukum mahasiswa menyebutkan bahwa yang dirusak adalah barang yang memang sudah rusak.
“Itu menurut mereka (kursi duduk, kursi panjang, lemari, mic wireless red), itulah terjadi penyelidikan dan penyidikan. Yang dirusak itu apakah barang rusak atau tidak, tentu berdasarkan hasil penyelidikan yang ada. Kalau dia menyatakan itu sah sah saja, silahkan mengatakan bahwa itu barang yang sudah rusak. Tapi kalau kita mengatakan barang yang tidak rusak kemudian dirusak,” terangnya.
Terlepas dari itu, pihak Undikma disebutnya tetap terbuka menyelesaikan masalah tersebut dengan Restorative Justice. “Saya sebagai penasehat hukum bersama tim itu juga sudah bangun komunikasi dengan salah satu anak yang dilaporkan. Sudah disampaikan kita terbuka untuk kita selesaikan secara musyawarah mufakat, untuk kita bagaimana menyelesaikan persoalan pidananya ini secara restorative justice,” paparnya.
Sebelumnya, Menurut Koordinator LBH Mataram, Badarudin menyebut aksi yang dilakukan para mahasiswa yang melakukan demonstrasi di kampus Undikma lantaran menuntut hak atas fasilitas layak, transparansi dana SPP dan menolak jam malam di Undikma beberapa kali yang puncaknya pada 14 Maret 2022. Lantaran aksi tersebut delapan mahasiswa Undikma dilaporkan, padahal aksi yang dilakukan merupakan kebebasan berpendapat dari mahasiswa.
“Kesalahan terhadap pengrusakan barang ini adalah bukan begini cara mendidiknya, bukan dengan cara melaporkan,” ujarnya.
Dikatakan, barang-barang yang dilakukan pengrusakan oleh mahasiswa yakni, barang pertama ada lemari informasi yang dalam kondisi tidak dipakai, ada kursi duduk rusak yang dirusak, kemudian ada kursi panjang yang posisinya agak bagus tapi dibongkar untuk penyegelan. Ada juga pelantang nirkabel hanya rusak ujungnya saja dan keyboard yang dilempar.
“Saya berharap ada pelaksanaan Restorative Justice dalam penyelesaian kasus delapan mahasiswa Undikma,” imbuhnya. (dpi)