Mataram (Inside Lombok) – Program-program pelatihan kerja yang diberikan pemerintah melalui beberapa lembaga sukses melahirkan wirausahawan baru. Salah satunya seperti dilakukan Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) Karya Mandiri di Bengkel Lombok Barat yang banyak lulusannya mampu membuka lapangan kerja bagi diri sendiri dan orang lain.
Kepala PSBR Karya Mandiri, Mawardin mengatakan program-program pelatihan yang ada di panti sosial ini adalah untuk memberdayakan anak-anak yang putus sekolah atau kuliah. Terlebih banyak peserta pelatihan berhenti mengenyam pendidikan formal lantaran tidak ada biaya.
Dengan adanya program pelatihan kerja diberikan kepada mereka, diharapkan akan mampu meningkatkan kemampuan atau skill yang dimiliki. Sehingga tidak ditinggalkan dunia kerja, bahkan mampu menciptakan lapangan kerja sendiri.
“Anak-anak putus sekolah ini kita berdayakan sesuai dengan aturan pusat juga. Aturan yang kita pakai anak-anak ini harus terdata di DTKS atau yang orang tuanya yang saat ini masuk pada program PKH,” ujar Mawardin, Rabu (19/7).
Mawardin menyebutkan syarat untuk mereka bisa masuk mengikuti program pelatihan yang ada yakni paling utama adalah mereka termasuk keluarga miskin. Kemudian remaja putus sekolah, tidak mampu, tidak melanjutkan ke SMA atau tidak melanjutkan kuliah. Namun untuk jurusan SMK masih bisa dipertimbangkan.
“Jadi orang-orang yang betul-betul nol atau tidak punya keterampilan yang kita bina di sini,” tuturnya.
Kemudian paling penting mereka masuk di data kemiskinan yakni di DTKS. Biasanya pihak panti bekerjasama dengan desa dan pihaknya akan meminta nomor NIK-KTP peserta. Namun saat ini karena datanya sistem online, sehingga lebih mudah melihat di online apakah mereka ini termasuk masyarakat yang dibantu atau tidak. Kalau tidak termasuk nantinya akan menjadi temuan, hal tersebut yang diantisipasi.
“Itu mungkin menjadi standar kami, ketiga belum berkeluarga. Untuk teknisnya ada tahapannya, pertama sosialisasi program, kemudian selanjutnya ada home visit,” terangnya.
Pihak panti akan melihat rumah dari peserta pelatihan ini serta mengunjungi keluarga. Kemudian melihat lingkungan sosial disitu apakah keterampilan yang dilatih bisa memungkinkan dikembangkan disitu atau tidak.
“Selanjutnya seleksi, ada seleksi tertulis sesuai dengan potensi dan kemampuan mereka. Kemudian ada tes wawancara dan sebagainya,” katanya.
Mereka yang ingin menjadi peserta bisa mendaftarkan diri ke Dinas Sosial Kabupaten/Kota. Nanti Dinsos Kabupaten/Kota melalui tim PKH, Sakti Peksos (Satuan Bakti Pekerja Sosial) yang menjadi mitra panti di lapangan. Jadi itu yang dilibatkan, kemudian kalau mereka sudah dinyatakan lulus baru dipanggil untuk bisa mengikuti pelatihan.
“Semua biaya mereka datang (pelatihan, Red) pemerintah NTB yang menanggung. Sekali kita sampaikan apresiasi kepada pemerintah NTB khususnya,” ucapnya.
Sementara itu, mereka yang menjadi peserta akan diberikan bantuan. Nanti dari pemerintah melalui Dinsos itu ada stimulus atau rangsangan diberikan. Baik itu berupa alat dan kebutuhan lainya. Tetapi alat yang diberikan tidak langsung begitu saja mereka buka usaha dan langsung besar.
“Jadi kita harapkan mereka untuk mandiri dari hasil usahanya sendiri. Kita akan mencoba melihat apa yang kurang-kurang, kita diskusi lagi dengan pemerintah desa, desanya juga ada pemberdayaan ke masyarakat mungkin mereka tadinya mesin jahitnya sudah dibelikan. Tapi alat alat lain yang belum ada bisa kita usulkan ke pemerintah desa termasuk dinas sosial kabupaten/kota juga,” jelasnya.
Outputnya dari hasil pelatihan kerja mereka bisa membantu ekonomi keluarga dan mereka bisa mandiri. Di mana sebelumnya mereka ingin kerja di luar negeri, tetapi ketika mereka sudah punya keterampilan akhirnya memilih buka usaha.
“Beberapa orang yang keluar (lulusan, Red) sini yang buka usaha servis pendingin, usahanya maju dan sudah punya karyawan. Kemudian yang Salon Fatin itu alumni sini, besar salonnya,” ungkapnya. Diakuinya banyak masyarakat yang ingin ikut pelatihan di PSBR Karya Mandiri ini. Bahkan sekarang saja banyak yang masuk daftar tunggu.
“Nanti Januari ada. Kita biasanya dua angkatan, tapi karena pandemi covid ada refocusing anggaran makanya satu angkatan saja. Yang jadi persoalan sekarang ini anak anak yang nganggur ini tidak punya skill, akhirnya membebani pemerintah daerah atau membebani ekonomi keluarganya. Yang penting sekarang ini kita ingin mencoba anak-anak ini bisa pelatihan di sini,” imbuhnya. (dpi)