Mataram (Inside Lombok) – Pelestarian bahasa daerah atau bahasa ibu masih terus diupayakan. Terlebih di tengah perkembangan budaya, yang turut mengancam bahasa daerah atau bahasa ibu dengan akulturasi dan lain-lain.
Kepala Seksi PTK Dinas Pendidikan dan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Dompu, Evi Nursusilawati mengatakan hilangnya penggunaan bahasa juga terjadi di lingkungan keluarga. Bahkan anak sudah terbiasa menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari sehingga tidak bisa daerah sendiri. “Ini sangat penting sekali agar bahasa daerah yang kita miliki tidak perlahan-lahan hilang,” katanya, Senin (25/7) di Mataram.
Untuk diketahui, revitalisasi sangat penting karena berdasarkan data bahwa hanya 18 bahasa daerah yang saat ini masih berstatus aman. Belasan bahasa daerah tersebut karena masih digunakan oleh semua orang termasuk anak-anak yang ada di etnik tersebut. Selain itu, sebanyak 31 bahasa masuk dalam kondisi rentan karena jumlah penutur relatif menurun. Hingga 2021 sebanyak 41 bahasa mengalami kemunduran karena sebagian penutur baik anak-anak hingga orang tua tidak menggunakan bahasa daerah.
Kemendikbud Ristek RI juga mencatat sebanyak 29 bahasa daerah yang saat ini sudah hampir punah. Hal ini karena mayoritas penutur yang berusia 20 tahun keatas dan generasi tua tidak berbicara kepada anak-anak atau di antara mereka dengan bahasa daerah.
Selain itu, ada delapan bahasa di Indonesia sudah masuk kategori kritis. Karena penuturnya hanya kelompok masyarakat berusia 40 tahun keatas dan jumlahnya sangat sedikit.
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi NTB, Aidy Furqon mengatakan untuk mencegah punahnya bahasa daerah perlu dilakukan pelatihan terhadap guru master untuk revitalisasi bahasa ibu. Hal ini harus ditindaklanjuti di tingkat lingkungan pendidikan.
Untuk itu pihaknya telah melatih beberapa guru master. Meski jumlahnya masih terbatas jika dibandingkan total sekolah dasar di Provinsi NTB mencapai 3.000, tingkat SMP sekitar 1.000 sekolah dan SMA/SMK sekitar 500 sekolah.
Selain itu, materi bahasa daerah tidak saja diajarkan kepada siswa normal, melainkan siswa berkebutuhan khusus. Pasalnya, jumlah Sekolah Luar Biasa (SLB) di Provinsi NTB yaitu sebanyak 52 sekolah. “Bahasa daerah diajarkan dalam bahasa isyarat. Tidak saja bagi anak-anak normal tapi juga yang berkebutuhan khusus,” harapnya.
Di sisi lain, pemilihan duta bahasa juga diharapkan membantu upaya tersebut. Ke depan, duta bahasa tidak saja dari kalangan mahasiswa. Melainkan juga siswa SMP hingga SMA yang disebut Duta Yuwana. Sehingga pelestarian bahasa daerah bisa dilakukan sejak tingkat sekolah. “SMP dan SMA nanti namanya Duta Yuwana,” katanya. (azm)