Mataram (Inside Lombok) – Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Nusa Tenggara Barat akan mengawasi Kantor Imigrasi Kelas I Mataram terkait dengan penanganan kasus penyalahgunaan visa kunjungan izin tinggal warga negara asing.
“Secara sistem kami akan kontrol, mungkin bentuknya pelaporan. Akan tetapi, itu masih menunggu regulasi dari kementerian, pastinya ada SOP (standar operasional prosedur) di situ,” kata Kepala Divisi Keimigrasian Kemenkumham NTB Wilopo di Mataram, Jumat.
Dalam pengawasannya, tambah Wilopo, akan ada tim khusus yang bertugas. Tim khusus ini berasal dari internal Kanwil Kemenkumham NTB.
“Tim khusus ini akan monitor penanganannya, setiap perkembangan penanganan, gelar perkara, mereka akan ikut monitor,” ujarnya.
Rencana pengawasan ini, kata Wilopo, sebagai bentuk evaluasi Kanwil Kemenkumham NTB untuk Kantor Imigrasi Kelas I Mataram setelah munculnya kasus suap Rp1,2 miliar dalam perkara penyalahgunaan izin tinggal dua WNA yang bekerja di Wyndham Sundancer Lombok Resort.
Dalam kasusnya, KPK menetapkan Kurniadie, Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Mataram sebagai tersangka penerima suap Rp1,2 miliar, bersama Yusriansyah, Kepala Sesi Intelijen dan Penindakan Kantor Imigrasi Kelas I Mataram.
Pihak pemberinya, KPK telah menetapkan Liliana, Direkur PT Wisata Bahagia, pengelola Wyndham Sundancer Lombok Resort.
Suap yang diberikan Liliana ini diduga untuk menghentikan proses hukum BGW dan MK, dua WNA yang diduga hanya memiliki izin tinggal sebagai turis pelancong. Namun, bekerja di Wyndham Sundancer Lombok Resort.
Peran ketiga tersangka ditetapkan KPK berdasarkan hasil gelar perkara yang dilaksanakan dalam kurun waktu 1 x 24 jam usai tertangkap tangan di NTB.
Kurniadie bersama Yusriansyah diduga melanggar Pasal 12 Huruf a atau Pasal 12 Huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Khusus untuk Kurniadie, KPK menambahkan Pasal 9 atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Untuk Liliana, KPK menerapkan Pasal 5 Ayat (1) Huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) Huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Dalam perkembangan kasusnya, KPK telah melakukan perpanjangan masa penahanan selama 40 hari ke depan untuk ketiga tersangka, terhitung sejak 17 sampai 26 Juli 2019. (Ant)