Lombok Tengah (Inside Lombok) – Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah terus memantau kasus aktif HIV-AIDS yang tercatat di masyarakat. Sejak tahun 2003 hingga saat ini ada 148 pasien HIV-AIDS yang diobservasi, di mana para pasien tersebut tergolong pasien lama.
“Sampai saat ini sudah ada yang meninggal, pindah dan lainnya. Sehingga dengan kasus terbaru saat ini yang masih sekitar 98 kasus,” ujar Kepala Bidang Pencegahan Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan (P3KL) Dinas Kesehatan Loteng, Satriawangsa.
Mengenai persoalan HIV-AIDS ini, lanjutnya, pihaknya memiliki tiga program utama. Pertama tidak ada ditemukan kasus baru, kedua tidak adanya kasus kematian pada penderita, dan tidak ada diskriminasi terhadap penderita.
“Penyakit ini sebenarnya bisa disembuhkan, mengingat saat ini ada obatnya, dan rutin melakukan pengobatan, konsultasi dan melakukan apa yang dianjurkan,” jelasnya. Selain itu, berdasarkan Permenkes Nomor 21 tahun 2016, identitas penderita HIV-AIDS harus dipastikan terlindungi privasi dan identitasnya, sehingga masyarakat yang terjangkit virus tersebut tidak perlu takut ataupun malu untuk berobat.
Jika mengacu pada angka persentase grafik, kasus tertinggi yang terjadi yakni pada komunitas laki suka laki (LSL), dan urutan kedua yakni pada Ibu Rumah Tangga (IRT) sebesar 30 persen, selanjutnya pada Pekerja Seks Komersial (PSK) dan terakhir pada balita.
“Persentase IRT yang tinggi tersebut belum dapat terdeteksi faktornya, apakah memang profesinya sebagai Pekerja Migran Indonesia atau yang lainnya,” jelasnya. Di sisi lain, Satriawangsa juga mengakui pihaknya kesulitan untuk masuk dalam komunitas potensial terjangkit HIV-AIDS seperti LSL dan kelompok PSK.
“Sampai dengan hari ini kita lakukan dengan media perantara yakni di komunitas mereka sendiri sebagai populasi kunci bisa diambil sebagai sarana masuk ke komunitasnya,” jelasnya.
Terkini, pada minggu kemarin pihaknya sudah mulai melakukan pemetaan di dua tempat yakni di Kecamatan Pujut dan Kecamatan Kopang. Khususnya pada kelompok PSK yang diduga beroperasi di dua kecamatan tersebut.
“Inilah yang susah dideteksi di lapangan. Padahal diketahui bersama tidak ada lokalisasi di Loteng, tetapi sebenarnya ada yang terjadi namun terselubung,” cetusnya.
Untuk langkah antisipasi pihaknya mulai melakukan skrining dan sweeping di tempat-tempat potensial seperti di tempat SPA, Cafe bahkan di tempat karaoke. Ia menjelaskan usia rentan yang terpapar HIV-AIDS berkisar antara 20-40 tahun, yakni masih dalam usia produktif, terparah juga pada bayi.
“Sudah ada yang terkena mengingat hal ini biasanya ditularkan dari ibunya yang sudah terkonfirmasi Hiv kemudian melahirkan dan kondisi tidak berobat jadinya ikut terpapar,” cetusnya.
Pihaknya juga mengimbau kepada masyarakat kalaupun ada yang terkena HIV-AIDS, kemudian akan diarahkan untuk pengobatan, yakni dengan mendatangi Dinas Kesehatan, di Bidang P3KL di seksi pengendalian penyakit infeksi menular seksual. (fhr)