Mataram (Inside Lombok) – Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram memberi atensi khusus pada pengrusakan pembatas SDN Model Mataram yang dilakukan oleh peserta didik SMP Negeri 14 Mataram diduga karena ada yang memprovokasi. Pasalnya, tindakan anarkis diklaim tidak mungkin dilakukan anak-anak SMP.
“Saya menduga dalam kasus ini, mau tidak mau, suka tidak suka, ada peran pihak lain memprovokasi anak-anak. Kemudian membuat anak-anak melakukan tindakan anarkis,” kata Ketua LPA Mataram, Joko Jumadi, Jumat (2/9) di Mataram.
Ia meminta, Dinas Pendidikan sebagai OPD yang memiliki kewenangan terhadap dua sekolah tersebut untuk mengambil sikap tegas. Mencari oknum yang memprovokasi siswa melakukan tindakan anarkis dan memberikan sanksi yang tegas.
“Tapi secara etika pendidik tidak boleh seperti anarkis. Sanksi administratif bisa dijatuhkan orang-orang yang terlibat didalam kasus ini. Apalagi Kalau itu ada di dalam lingkup bagi seorang pendidik,” terangnya.
Pengrusakan pembatas disebut bukan inisiatif para peserta didik. Pasalnya, peserta didik tidak memiliki kepentingan terhadap bangunan yang ada. Pengrusakan pagar secara anarkis ini bisa saja mengarah ke tindak pidana. Namun LPA saat ini akan menyelesaikan dengan sanksi administratif saja. Karena tindakan ini terjadi di lingkungan pendidikan.
“Walaupun kita mau mengarahkan ke pidana bisa-bisa saja, tapi tidak mengarah ke sana. Tidak mungkin inisiatif anak-anak,” ujarnya.
LPA Kota Mataram secepatnya akan melakukan pemulihan psikologi kepada peserta didik, khususnya di SDN Model Mataram. Ratusan peserta didik di SDN tersebut histeris ketakutan akibat pengrusakan tersebut.
Kendati, Joko menyebut peserta didik di dua sekolah ini merupakan korban. “Dua-duanya ini korban. Anak SMP ini korban dia diajarkan untuk anarkis,” tegas Joko.
Menurutnya, para pendidik harus juga mendapatkan pendidikan agar bisa mendidik. Karena dari video yang beredar, tidak ada pihak guru yang melarang siswa untuk melakukan perusakan. Sehingga terkesan ada pembiaran yang dilakukan oleh para pendidik.
“Di video yg beredar tidak ada respon guru mencegah aksi itu. Sehingga ada pembiaran yang dilakukan. Pembiaran itu sama dengan melakukan,” ucap Ketua LPA Kota Mataram.
Kepala SMP Negeri 14 Mataram, Lina Yeti Budi Asih membantah adanya pembiaran yang dilakukan. Pengrusakan yang dilakukan peserta didik bukan juga atas perintah para guru. Bahkan para guru sudah menahan peserta didik untuk tidak merusak pagar tersebut.
Selain itu, pengerusakan pagar pembatas bukan pertama kali terjadi. “Ini sudah sering. Kita bisa redam, cuma anak-anak ini akan mulai merasa tidak betah karena belajar di bawah. Kalau jam pertama masih nyaman saja. Kalau mulai siang punggungnya sudah mulai sakit,” katanya.
Diterangkan, sebanyak lima kelas di SMP Negeri 14 Mataram harus belajar secara lesehan karena kekurangan ruang belajar. Sebagian dipakai oleh peserta didik SDN Model. Untuk memberikan kenyamanan saat belajar mengajar, guru memberikan kebebasan kepada peserta didik.
“Gurunya sudah memberikan dia kebebasan di mau sambil tiduran, iya, yang penting dia bisa nyaman belajar. Kalau jam pertama masih nyaman, tapi kalau setelah istirahat mereka sudah tidak nyaman. Karena tidak ada pembatas,” katanya. (azm)