Lombok Barat (Inside Lombok) – Banyak orang tua siswa yang merasa keberatan dengan kebijakan penggunaan baju adat yang diwajibkan oleh pihak sekolah. Terlebih, kebijakan itu dinilai tak melihat kondisi perekonomian masyarakat saat ini, terutama setelah adanya kenaikan harga BBM.
Seperti diketahui, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Lobar pada 22 September mengeluarkan surat edaran (SE) tentang penggunaan pakaian adat Sasak. Keluarnya SE tersebut sebagai tindak lanjut Peraturan Bupati nomor 38/2022 tentang pelestarian kebudayaan daerah.
Atas dasar itu, Dikbud Lobar menginstruksikan mulai Oktober ini semua satuan pendidikan di jenjang SD dan SMP di Lobar untuk menerapkan penggunaan pakaian adat Sasak bagi guru, pegawai dan peserta didik setiap hari Selasa. Menyikapi kebijakan itu, kritik untuk Dikbud Lobar pun banyak bermunculan dari kalangan DPRD.
Pihak sekolah pun langsung membuat edaran untuk orang tua siswa. Namun, oleh sebagian orang tua siswa kebijakan tersebut justru sangat memberatkan di tengah situasi sulit saat ini. Terutama di tengah kondisi masyarakat yang berhadapan dengan situasi sulit pasca-pandemi Covid-19 dan menyusul kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
“Itu kan mau suruh kita wali murid membeli baju baru, tidak sensitif sosial itu. Orang baru kenaikan BBM dan harga-harga,” ungkap salah seorang orang tua siswa asal Gunungsari yang enggan disebut namanya, Minggu (09/10/2022).
Melihat gejolak itu, kalangan DPRD Lobar pun angkat bicara. Karena banyaknya keluhan dari masyarakat yang merasakan kesulitan ekonomi yang terjadi saat ini.
“Memang banyak yang mengeluh atas kebijakan ini. Wali murid yang kurang mampu sedikit kewalahan dengan adanya program tersebut, yang menurut mereka memberatkan dan kurang disosialisasikan,” ujar anggota DPRD Lobar Hendra Harianto dihubungi melalui pesan WhatsApp.
Menurutnya, pakaian adat Sasak itu pun harganya tidak murah. Untuk satu set pakaian adat saja harganya mencapai Rp150 ribu. “Menurut kami, ini harus ditinjau ulang. Jangan membebani masyarakat di tengah sulitnya ekonomi saat ini,” harapnya.
Senada, Ketua Komisi IV DPRD Lobar, Lalu Irwan juga mengutarakan kritiknya. Ia menilai bahwa niatan dari Dikbud Lobar sebenarnya bagus. Hanya saja momentum penerapannya yang dinilai kurang tepat sehingga terkesan dipaksakan di tengah kondisi sulit ekonomi masyarakat saat ini.
“Justru itu yang mesti dibuatkan Perbub, lah ini ekonomi lagi sulit. Niatnya sih bagus, tapi momennya yang tidak pas,” tegas Irwan.
Ia pun menyarankan agar kebijakan Bupati Lobar terkait penggunaan pakaian adat dengan membeli hasil kerajinan kain batik masyarakat Lobar di Gumise Gerung bagi para pegawai dan para pejabat di Lobar. “Lebih baik itu yang dijalankan dulu. Kami melihat itu saja tidak jalan,” ketusnya.
Seperti diketahui, untuk saat ini di tingkat SD saja setidaknya ada lima pakaian seragam yang dimiliki dan harus dibeli. Pakaian seragam tersebut adalah seragam merah putih, seragam olahraga, seragam batik khas sekolah, seragam Imtaq dan pakaian pramuka. (yud)