Mataram (Inside Lombok) – Desa wisata di NTB perlu melakukan peningkatan kapasitas, terutama pada kesepakatan masyarakat sekitar desa wisata. Pasalnya, meski memiliki banyak potensi untuk dikembangkan, desa wisata di NTB belum terlihat gaungnya.
Dosen Prodi Pengaturan Perjalanan Poltekpar Lombok, Anas Pattaray menyebut kreativitas sangat diperlukan oleh masyarakat yang ingin mengembangkan desa wisata. Hasil dari kreativitas itu yang kemudian perlu diperkuat dengan sinergi, baik oleh sesama masyarakat setempat maupun dengan pemangku kebijakan.
“Terutama kreativitas yang bagaimana mereka menghadirkan membuat tentang event di desa mereka. Jadi daya tarik dihadirkan, selain dari wisata alam,” ujar Anas, Senin (9/1).
Menurutnya, selama ini sebagian besar desa wisata hanya menawarkan daya tarik wisata alam. Padahal ada beberapa hal yang bisa dilakukan, seperti membuat penyelenggaraan event. Hal itulah yang dinilainya harus diperkuat oleh pengurus kelompok sadar wisata (pokdarwis).
“Jadi dari 99 desa itu belum dikluster, misalnya desa rintisan itu yang mana, yang sudah maju berkembang itu yang mana kan belum,” tuturnya. Menurut Anas, setelah klasifikasi dibuat, barulah kemudian mulai dipetakan siapa saja yang terlibat mengelola desa wisata tersebut agar memiliki persepsi yang sama.
“Ini kan desa wisata di 99 desa yang diusulkan sama rata tidak dikluster. Ini menjadi tantangan kami bagaimana mengembangkan,” ungkapnya.
Pihaknya pun belum lama ini sudah mengunjungi beberapa desa wisata rintisan dan melihat belum adanya kesiapan dari desa-desa tersebut untuk menjadi desa wisata. Anas menyebutkan yang menjadi tantangan adalah menyatukan persepsi masyarakat. Sehingga tidak gamang berhadapan dengan konsep qisata, baik dari keterampilan dan lainnya.
“Kalau SDM kita sangat mampu dan bisa di kembangkan, cuma (butuh) pendampingan yang intens. Sejauh ini pendamping sudah ada, kami dari poltekpar ke beberapa desa,” terangnya.
Namun pendampingan tersebut harus berkesinambungan. Mulai dari menyusun perencanaan yang jelas, modul yang berikan sampai apa sasaran desa sebagai desa wisata ke depannya.
Selain itu, perlu ada paket wisata untuk memperkenalkan desa wisata. Sehingga bisa menahan wisatawan itu bisa lebih lama menikmati desa wisata yang ada di NTB dan tidak hanya singgah sebentar saja.
Untuk itu pihaknya ikut memberikan pelatihan, terutama dalam penyediaan fasilitas. “Kendala kan belum ada fasilitas yang bisa menahan wisatawan, contoh penginapan buat wisatawan. Itu yang kita coba. Desa yang merujuk kan desa Kembang Kuning, Tete Batu mereka sudah memiliki fasilitas, walaupun masyarakat masih tarik ulur apa yang diinginkan oleh pemerintah ini,” pungkasnya. (dpi)