Lombok Tengah (Inside Lombok) – Sejumlah mahasiswa dan Warga Negara Indonesia (WNI) yang sedang menuntut ilmu di ibukota Sudan, Khartoum, terpaksa diliburkan akibat Tentara Sudan dan Paramiliter Rapid Support Forces (RSF) saling serang. Tembakan dan dentuman serangan pesawat tempur dilaporkan terdengar begitu jelas.
Peristiwa itu dimulai sejak Sabtu, 15 April lalu, sekitar pukul 09.00 waktu setempat. Hal tersebut kian memanas pada Minggu, 16 Maret kemarin, setelah serangan dilakukan masing-masing pihak tanpa henti. Kondisi tersebut membuat aktivitas warga sipil lumpuh.
Pembelajaran di kampus-kampus pun terhenti. WNI yang tengah menjalani studi di sana pun terkena dampaknya. Mereka belum dapat belajar di kampus masing-masing. Bahkan, beberapa juga terisolasi karena tidak memungkinkan keluar dari tempat tinggal masing-masing.
Salah satu mahasiswa asal Desa Darek, Lombok Tengah (Loteng), Danial Alya yang kini terjebak di tengah perang bersenjata tersebut menyampaikan dampak dari perang. Diceritakannya, para pelajar kehabisan bahan makanan dan kebutuhan sehari-hari lainnya.
“Tidak ada listrik dan air serta tidak ada suplai bahan makanan, membuat pasokan kebutuhan sehari-hari semakin menipis, bahkan ada beberapa laporan sudah kehabisan stok kebutuhan sehari-harinya,” katanya, Senin (17/4/2023) saat dihubungi melalui sambungan WhatsApp.
Ia menuturkan, saat ini ia bersama rekan-rekan pelajar lain yang tergabung dalam Pengurus Cabang Istimewa NU (PCINU) Sudan mengupayakan agar kebutuhan dasar warga NU di sana dapat terpenuhi. Koordinasi dengan perwakilan Pemerintah Indonesia di Sudan pun tetap dilakukan.
Dijelaskannya, lokasi pertempuran sangat dekat dengan kampus tempat mereka belajar. Tak jarang, suara-suara tembakan terdengar keras dari tempat tinggal mereka. Bahkan, beberapa peluru menyasar ke rumah-rumah tempat mereka tinggal. “Sempat ketika pertempuran memanas, pesawat tempur berkali-kali melewati rumah kami,” ujarnya.
Ia juga menyebut bahwa pembelajaran di kampus diliburkan karena kondisi yang tidak kondusif dan tidak memungkinkan lagi dilakukan pembelajaran. Terutama kampus International University of Africa (IUA) yang terletak di Khartoum yang sangat dekat dengan medan pertempuran. Bahkan para mahasiswi asrama perempuan terpaksa diungsikan.
“Mereka ada yang tinggal di sekretariat PCINU Sudan, asrama universitas, rumah-rumah yang disewa dan beberapa ada yang tinggal di masjid,” ujarnya. (fhr)