Lombok Barat (Inside Lombok) – Aktivitas di Pelabuhan Lembar terbilang lebih hidup. Sejak merger Pelindo resmi dilakukan dua tahun lalu, tepatnya 1 Oktober 2021, pelabuhan di bawah naungan PT Pelindo (Persero) Regional III itu berkembang menjadi pelabuhan untuk kapal ro-ro, sehingga truk pengangkut logistik berbondong-bondong memilih menyebrang melalui rute panjang yang dilayani pelabuhan tersebut.
Hal ini pun membawa dampak ekonomi yang cukup luas. Selain bagi masyarakat setempat yang membuka warung makan hingga toko kelontong, pemerintah daerah (pemda) setempat juga mampu meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).
“Sebenarnya merger tu menstandarisasikan semua model layanan se-Indonesia, itu harus sama mulai dari Sabang sampai Merauke,” ujar Wahyu Agung Prihartanto, yang ketika diwawancara belum lama ini masih menjabat sebagai General Manager (GM) Pelindo Lembar menerangkan, merger yang dilakukan Pelindo memungkinkan penyamarataan pelayanan penyeberangan di seluruh Indonesia. Sehingga setiap regional Pelindo memiliki standar dan sistem pelayanan yang sama.
Dampak merger itu pun begitu terasa, termasuk untuk Pelabuhan Lembar yang menjadi bagian dari Pelindo Regional III. “Nah, target berikutnya kita (Pelindo) mau menuju pelabuhan kelas dunia, world class port,” ungkapnya.
Diungkapkannya, setelah dua tahun merger pelabuhan di Indonesia berhasil masuk 10 besar pelabuhan terbaik di dunia. Tepatnya di posisi ke-8, dari sebelumnya hanya mampu berada di peringkat ke-20.
Potensi Perubahan Pola Transportasi untuk Lalu Lintas Logistik yang Tinggi di NTB
Dijelaskan Agung, merger yang dilakukan Pelindo memberi dampak pada berubahnya pola moda transportasi di Pelabuhan Lembar dari peti kemas ke kapal ro-ro. “Dulu kan kita, sampai sekarang bahkan, kita kan punya terminal peti kemas, tapi semakin hari throughput (arus bongkar muat) peti kemas kami (Pelindo Lembar) semakin menurun,” ungkapnya.
Jika berkunjung ke area Pelabuhan Lembar saat ini, di jam-jam sandar atau bongkar muat kapal kita akan melihat ramainya truk-truk yang berlalu-lalang. Tidak hanya yang masuk menuju pelabuhan, melainkan juga yang keluar setelah bongkar muat.
Diakui Agung, throughput peti kemas di Pelabuhan Lembar saat ini angkanya hanya mampu mencapai 20-24 ribu. Jumlah itu disebutnya sangat jauh dari target yang seharusnya mencapai 50 ribu peti kemas. Kondisi ini yang menyebabkan Pelabuhan Pelindo Lembar belum bisa dirilis sebagai terminal peti kemas.
“Di sektor itu kita rugi, karena sudah investasi alat untuk peti kemas tapi ternyata throughputnya tidak tercapai. Beberapa perusahaan pelayaran hengkang dari sini,” bebernya. Akibatnya, banyak jejeran peti kemas yang terlihat tersebar di sebagian area pelabuhan tersebut.
Namun, di balik kerugian itu, Agung menyebut justru ada hikmahnya: kargo yang awalnya dimuat dalam peti kemas kini justru berbondong-bondong memanfaatkan kapal ro-ro. “Karena mereka (perusahaan ekspedisi) pasti akan nyari yang murah kan, biaya ro-ro itu memang masih lebih murah. Diuntungkan lagi bahwa ro-ro itu dor to dor,” jelasnya.
Karena itu, kargo yang masuk ataupun keluar melalui Pelabuhan Lembar tidak berkurang, melainkan bertambah. Hal itu mungkin terjadi karena untuk kargo yang berubah hanya transportasinya saja, dari yang sebelumnya menggunakan peti kemas sekarang beralih menggunakan kapal ro-ro.
Hal ini diakui Agung otomatis membawa dampak positif terhadap penambahan jumlah kapal ro-ro yang melayani rute Pelabuhan Lembar dan Gili Mas yang ada di bawah Pelindo. “Jumlah kapal ro-ro sekarang nambah menjadi 13 (unit), dari yang awalnya 7 atau 8,” tuturnya.
Bahkan, peralihan pola ini juga berdampak terhadap pengurangan volume kendaraan besar yang memadati jalan. Hal itu lantaran banyak truk yang lebih memilih untuk menaiki kapal dengan lintas panjang. “Jadi meskipun kita agak turun di pendapatan peti kemas, tapi kita dapat hikmah di (kapal) ro-ro,” ucap Agung seraya tersenyum.
Terbukanya Penyeberangan Jarak Jauh di Pelabuhan Pelindo Lembar
Saat ini, setiap harinya ada 13 trip penyeberangan di Pelabuhan Pelindo Lembar. Trip itu dilayani empat perusahaan penyeberangan. Antara lain PT Dharma Lautan Utama, PT Damai Lautan Nusantara, PELNI dan PT Atosim Lampung Pelayaran.
Merger yang dilakukan Pelindo juga memungkinkan hadirnya kapal ro-ro dengan rute pelayaran yang panjang seperti ke Banyuwangi, Surabaya, Tanjung Perak, hingga Labuan Bajo. “Dengan dibukanya lintas panjang itu juga merangsang pertumbuhan ekonomi. Banyak perusahaan-perusahaan truk itu berbondong-bondong naik kapal,” ungkapnya.
Berdasarkan catatan pihaknya, dalam satu kali penyeberangan satu kapal ro-ro dapat memuat rata-rata sekitar 100 unit truk sedang. Pelayanan itu pun menguntungkan para pemilik truk yang dapat memangkas biaya logistik. “Karena semakin jauh jarak penyebrangan yang dilalui, maka akan semakin untung perusahaan truk. Karena biaya cost logistiknya lebih murah,” beber dia.
Ketika memilih untuk menyebrang menggunakan pelayaran rute panjang, perusahaan logistik justru dapat lebih menghemat pengeluaran, bahkan cukup dengan hanya membayar sekitar Rp2 juta, disesuaikan dengan tarif yang ditawarkan tiap perusahaan kapal. Sekali menyebrang, mereka langsung bisa sampai ke pelabuhan tujuan.
“Pertanyaannya, kalau lewat darat (rute pendek) apakah cukup hanya Rp2 juta? Jadi artinya, semakin jauh rutenya, maka akan semakin murah,” imbuh Agung. Hal itu pun saat ini disebutnya tengah diupayakan oleh pemerintah, bagaimana agar biaya logistik bisa turun.
Membawa Dampak bagi Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Sekitar Pelabuhan
“Jadi berbahagia lah kita ketika di pelabuhan ini ramai, berarti di situ ada pertumbuhan ekonomi,” ucap Agung. Menurutnya, ramainya Pelabuhan Lembar saat ini turut dinikmati dampak ekonominya oleh masyarakat sekitar. Tidak terkecuali para pedagang yang berada di sekitar pelabuhan.
Terlihat jejeran warung-warung yang berada di pinggir jalan sebelah kanan menuju pintu masuk pelabuhan semakin ramai. Bahkan warung-warung yang sempat tutup saat pandemi, kini sudah mulai buka. Banyak juga warung baru yang juga bermunculan. Hampir seluruh rumah yang berada di tepi jalan menuju pelabuhan itu kini membuka warung makan ataupun toko kelontong.
“Itu kan sebenarnya indikasi, karena mereka jualan ini kan harapannya akan ada yang beli. Karena banyaknya orang (sopir) yang berlalu lalang di situ, harapannya mereka mampir untuk beli di lapaknya. Berbeda, kalau sepi orang, ya ngapain dia jualan?” tandas Agung.
Ia pun membandingkan kondisi saat ini dengan saat pertama kali dirinya bertugas di Pelabuhan Lembar di 2005 silam. Saat itu, diceritakan Agung, area sekitar pelabuhan masih sangat sepi dari pedagang.
Saat dirinya kembali bertugas di Pelabuhan Lembar pada 2022 hingga pertengahan 2023 ini pun, Agung mengaku sempat takjub melihat sudah banyaknya perubahan, pembangunan, hingga toko-toko kelontong dan warung nasi di sepanjang jalur menuju pelabuhan tersebut. “Itu mengindikasikan, bahwa daerah yang berada di sekitar pelabuhan akan bertumbuh ekonominya,” ujarnya.
Nur, salah seorang karyawan di salah satu warung makan yang ada di jalur menuju Pelabuhan Lembar pun mengaku setiap harinya ada sekitar 25-30 sopir maupun penumpang yang makan di warungnya. “Sekarang ini semakin ramai sih, apalagi sopir-sopir truk yang biasanya mampir di sini. Kadang-kadang rame banget, kadang sampai 30 orang yang mampir di sini,” ungkapnya saat ditemui Inside Lombok.
Tepat saat jam makan siang, Nur terlihat sibuk mondar-mandir melayani para sopir truk yang mampir ke warungnya. Ia menanyakan satu per satu para pelanggannya hendak makan dengan lauk apa, karena di etalase warung tersebut tersedia berbagai lauk pauk seperti telur, udang, hingga sayur tumis.
Warung tempatnya bekerja biasanya menjual nasi campur mulai dari kisaran Rp15 ribu per porsi dan biasanya buka sekitar pukul 7 pagi hingga 12 malam. Pelanggannya adalah para sopir truk yang hendak menyeberang lewat Pelabuhan Lembar, maupun para penumpang kapal. Jika sedang ramai sopir yang menunggu bongkar muat dan beristirahat di warungnya, maka warung tempat Nur bekerja tidak jarang akan buka lebih lama.
Buah Manis bagi PAD Lombok Barat
Bukan hanya bagi masyarakat sekitar, meningkatnya aktivitas di Pelabuhan Lembar turut menambah pemasukan PAD bagi Pemda Lobar. Salah satunya dari retribusi yang dibayarkan para sopir truk saat memarkirkan kendaraan mereka di parkiran terpadu Terminal Parkir Segenter yang telah disediakan oleh Pemda Lobar.
Sekretaris Dishub Lobar, Fathurrahman mengakui saat ini capaian PAD dari parkir kendaraan di Terminal Parkir Segenter sudah mencapai 71 persen. Terlebih pihaknya mencatat, setiap harinya kendaraan yang parkir di sana mencapai 250-300 unit.
“Untuk capaian PAD dari Parkir Segenter sampai saat ini sudah Rp136 juta, dari target Rp191.324.000. Atau sudah mencapai 71 persen,” ungkapnya saat dikonfirmasi.
Sebelumnya, Kadishub Lobar, M. Najib menuturkan setelah dioperasikannya parkiran di Terminal Parkir Segenter di 2022 lalu, PAD yang masuk ke kas daerah dari terminal itu mencapai Rp40 juta.
Pemberlakuan tarif penarikan retribusi parkir di Terminal Parkir Segenter itu disebutnya telah memiliki dasar hukum yang jelas, yang tertuang dalam Peraturan Bupati (Perbup) Lobar. “Untuk satu truk Rp20 ribu jika mereka menginap. Kalau tidak menginap dikenakan tarif hanya Rp10 ribu,” jelasnya.
Untuk mengoperasikan terminal ini, pihaknya bekerjasama dan berkoordinasi dengan pihak Pelindo dan ASDP Lembar. Karena keberadaan terminal itu dinilai cukup membantu untuk menertibkan kendaraan dengan tonase besar untuk bisa parkir dengan tertib saat menunggu jadwal bongkar muat.
Kendati, saat ini fasilitas yang tersedia di sana diakui Najib memang masih minim. Para sopir hanya disediakan berugak atau balai-balai untuk beristirahat, kemudian MCK, serta kamar mandi yang lengkap dengan air bersih.
Kondisi Terminal Parkir Segenter pun saat ini diakui masih perlu penambahan fasilitas. Karena fasilitas yang ada saat ini dinilai masih kurang. Bagaimanapun, fasilitas pendukung seperti tempat ibadah, tempat menginap, warung makan dan penataan area terminal diakuinya masih perlu diupayakan.
Saat ini, Pemda Lobar tengah menyiapkan perencanaan untuk bisa melobi anggaran untuk pembenahan tersebut. “Ini yang kami sedang usahakan untuk bisa mengusulkan anggaran agar bisa benahi area terminal Segenter ini,” harap Najib.
Masukan yang sama juga sempat diutarakan oleh Agung. “Lantainya dibiarkan tanah, belum lagi kalau musim hujan. Jadi, kenyamanan para sopir dan kernet yang menginap di sana juga harus dipikirkan,” sarannya beberapa waktu lalu.
Karena setelah mulai dioperasikannya terminal yang lokasinya di sebelah pasar itu, hingga kini lantainya masih tanah dan berdebu saat sedang musim kemarau. Sehingga akan cukup becek saat sedang musim hujan. Namun, setiap hari tetap ada kendaraan besar yang terparkir di sana.
Kendati demikian, tak dapat dipungkiri juga keberadaan Terminal Parkir Segenter ini dapat membantu truk-truk yang datang dari Bima ataupun Sumbawa. Karena mereka biasanya akan datang lebih awal, sehingga dapat menunggu jadwal kapal yang akan mereka tumpangi di sana.
“Biasanya settingannya kan seminggu sebelumnya, yang penting datang ke sini dulu padahal kapalnya belum ada. Jadi mereka sampai menginap berhari-hari, jadi itu bisa diarahkan untuk parkir di Terminal Segenter,” tutupnya. (yud)