26.5 C
Mataram
Kamis, 28 November 2024
BerandaAdvetorialWaspada Bahaya Mengintai Akibat Mengkonsumsi Antibiotik Tidak Sesuai Ketentuan

Waspada Bahaya Mengintai Akibat Mengkonsumsi Antibiotik Tidak Sesuai Ketentuan

Mataram (Inside Lombok) – Kita semua tentu sudah sangat familiar dan pernah mengkonsumsi obat yang masuk dalam kelompok antibiotik atau antimikrobial seperti Amoxicillin, Ampicillin, Tetracycline, Levofloxacin, dll. Namun hati – hati konsumsi antibiotik tanpa resep dokter dan tidak sesuai indikasi bisa mengakibatkan Anti Microbial Resistance atau Resistensi Antimikroba

AMR (Anti Microbial Resistance) atau Resistensi Antimikroba merupakan suatu kejadian ketika bakteri, virus, jamur dan parasit berubah dari waktu ke waktu dan tidak lagi merespon terhadap obat-obatan, sehingga membuat infeksi lebih sulit diobati dan meningkatkan risiko penyebaran penyakit, memperparah dan bahkan dapat menyebabkan kematian

Kepala BBPOM di Mataram, Yosef Dwi Irwan menyampaikan AMR menjadi salah satu isu kesehatan global yang menjadi concern banyak pihak terutama WHO. Data penelitian terbaru yang diterbitkan jurnal The Lancet di tahun 2022, menyebutkan bahwa pada tahun 2019 menunjukkan bahwa pada tahun 2019, AMR menyebabkan kematian pada 4,95 juta jiwa, dengan 1,27 juta diantaranya disebabkan langsung oleh AMR. kematian akibat AMR bahkan lebih tinggi dari kematian akibat HIV/AIDS dan Malaria. dan di tahun 2050 mendatang, WHO memprediksi jumlah kematian tersebut naik hingga menjadi 10 juta jiwa per tahun. Boleh dikatakan AMR merupakan salah satu ancaman terbesar terhadap kesehatan dan risiko keamanan kesehatan global saat in silent pandemic yang dapat membunuh dalam keheningan

Salah satu faktor pemicu meningkatnya kejadian resistensi antimikroba dikarenakan penggunaan antimikroba yang tidak bijak, seperti : kemudahan akses antibiotika oleh masyarakat tanpa resep dokter ataupun peresepan antibiotik yang tidak rasional oleh tenaga kesehatan. Penggunaan antibiotik pada sektor pertanian, peternakan dan perikanan juga menyebabkan infeksi pada hewan dan tumbuhan makin sulit untuk diobati. Selain itu penyebaran kuman resisten dari binatang ternak dan kontaminasi makanan oleh bakteri resisten antibiotik bisa menyebabkan manusia terinfeksi bakteri kebal antibiotik.

Foto bersama peserta FGD BBPOM di Mataram terkait langkah strategis dalam pengendalian resistensi antimikroba di NTB. (Inside Lombok/Ist)

Berdasarkan hasil pengawasan BBPOM di Mataram penyerahan antibiotik untuk swamedikasi tanpa resep dokter pada fasilitas apotek mencapai lebih dari 80 %, dengan 5 tertinggi, yaitu : Amoxicillin, Cefadroxil, Ciprofloxacin, Cefixim dan Tetracycline. Untuk mengatasi kompleksitas pengendalian kejadian resistensi antimikroba diperlukan kolaborasi lintas kementerian, yaitu : Kemenko PMK, Kementerian Kesehatan, Badan POM, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) dengan pendekatan “One Health”

Pendekatan One Health atau kesehatan terpadu untuk mengatasi resistensi antimikroba dibutuhkan demi menyeimbangkan serta mengoptimalkan kesehatan manusia, hewan, dan ekosistem secara berkelanjutan. Konsep ini memastikan seluruh pemangku kepentingan dilibatkan dalam menyelesaikan masalah secara menyeluruh. Untuk menyamakan persepsi dan menetapkan strategi yang akan dilakukan dalam pengendalian AMR pada tanggal 9 November 2023 BBPOM di Mataram telah melaksanakan Forum Group Discussion (FGD) Langkah Strategis Dalam Pengendalian Resistensi Antimikroba di Provinsi NTB. Kegiatan mengundang Dinas Kesehatan, Dinas Peternakan, Unram dan organisasi profesi, seperti : Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Ahli Farmasi Indonesia (PAFI) dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)

Setiap tanggal 18 s/d 24 November ditetapkan sebagai Pekan Kesadaran Antimikroba Sedunia. Adapun tema Pekan Kesadaran Antimikroba Sedunia Tahun 2023 adalah “Preventing Antimicrobial Resistance Together”. Tema tahun ini menyerukan kolaborasi lintas sektoral untuk melestarikan efektivitas antimikroba. Untuk mengurangi resistensi antimikroba secara efektif, semua sektor harus menggunakan antimikroba dengan hati-hati dan tepat, mengambil tindakan pencegahan untuk mengurangi kejadian infeksi dan mengikuti praktik yang baik dalam pembuangan limbah yang terkontaminasi antimikroba

Yosef menyampaikan bahwa perlu ada koordinasi dan perbaikan yang dapat meminimalikan resistensi dengan sinergi antara kementerian, lembaga, pemerintah daerah, organisasi profesi, dan media. Koordinasi yang dilakukan dapat berupa upaya seperti pengembangan program strategi, pengalokasian anggaran, peningkatan kewaspadaan, optimalisasi penggunaan antibiotik primer, perubahan perilaku tenaga kesehatan, dan perubahan perilaku masyarakat sehingga resistensi antimikroba dapat dikendalikan. Masyarakat juga dapat berperan aktif dalam memberikan solusi terhadap pencegahan pertumbuhan resistensi antibiotik, dengan tidak membeli antibiotik tanpa resep dokter, menggunakan antibiotik sesuai aturan pakai serta melaporkan kepada BBPOM di Mataram atau Dinas Kesehatan setempat jika melihat ada sarana atau per orangan yang menjual antibiotik tanpa resep dokter.

Mari kita tingkatkan kepedulian dan kesadaran untuk bijak dalam penggunaan dan pengendalian antimikroba sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, untuk mewujudkan Indonesia yang sehat dan bebas dari timbulnya penyakit, menuju Indonesia Emas 2045. (r)

- Advertisement -

- Advertisement -

Berita Populer