Mataram (Inside Lombok) – Belakangan ini ramai kasus penjualan KTP (Kartu Tanda Penduduk) yang disalahgunakan oleh oknum untuk kebutuhan pembiayaan kredit kendaraan. Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) NTB mengingatkan masyarakat harus waspada dan tidak menjadi korban.
Ketua APPI NTB, Iwan Hermawan mengatakan beberapa tahun terakhir kasus ini banyak terjadi dan terus meningkat setiap tahun. Setelah pandemi Covid-19 lalu, tren pembiayaan selaras dengan pertumbuhan ekonomi. Hanya ada beberapa risiko yang dihadapi oleh perusahaan. Namun sekarang perusahaan pembiayaan dihadapkan dengan tindak pidana perdagangan KTP.
“Karena KTP itu bisa dipinjam dengan harga Rp1,5-3,5 juta itu untuk roda dua. Belum roda empat pasti lebih gede (besar). Sekarang ini kita juga menggandeng Subdit II Ditreskrimsus Polda NTB untuk membantu menangani kasus ini,” ujar Iwan, Rabu (6/12).
Dikatakan, ulah oknum debitur ini dilakukan dengan memanfaatkan ketidaktahuan warga terhadap risiko yang diakibatkan jika kredit tersebut macet. Apalagi dengan harga yang cukup menggiurkan, masyarakat mudah percaya untuk menjadikan KTP-nya sebagai jaminan pembiayaan. Padahal, sebagian besar debitur yang menggunakan cara tersebut selalu masuk dalam daftar Non Performing Loan (NPL) atau kredit macet.
“Kita bilang perorangan maupun kelompok memanfaatkan ketidaktahuan dari warga NTB Lombok. Kasusnya, kalau dengan tren kenaikan perekonomian dan daya beli masyarakat setelah (pandemi) Covid-19 ya memang tidak terlalu banyak cuma kita antensikan. Kita kasihan dengan warga yang menjadi korban,” terangnya.
Jika dikalkulasikan sekitar 1 persen dari total penjualan setiap finance menemukan kasus yang sama. Jumlah ini semakin bertambah seiring dengan tingginya permintaan masyarakat akan pembiayaan kepemilikan kendaraan sebagai imbas dari pertumbuhan ekonomi daerah.
“Risikonya kan jelas, kalau nanti macet si korban ini akan masuk dalam daftar merah System Layanan Informasi Konsumen (SLIK) di OJK. Sedangkan Bagi pelaku ini pidana sesuai dengan undang-undang fidusia pasal 35 dan 36 dengan hukuman pidana 4 tahun,” jelasnya.
Sementara itu untuk meminimalisir kasus ini terjadi, APPI melakukan kerjasama dengan kepolisian daerah NTB untuk mengungkap motif dari para pelaku. Selain itu kepolisian juga berhasil menangkap pelaku melalui kerjasama dengan korban. Selama 2023 APPI bersama Kepolisian melakukan proses hukum kepada 16 pelaku di pulau Lombok.
“Intinya kita ingin mensinergikan dari appi dengan aparat penegak hukum. Kita akan membuat sosialisasi, tidak hanya dengan penegak hukum tetapi juga dengan masyarakat,” imbaunya. (dpi)