Lombok Timur (Inside Lombok) – Beberapa saksi calon legislatif (caleg) atau partai politik (parpol) di Lombok Timur (Lotim) mengungkapkan gaji yang dinilai tidak sesuai beban kerja selama mengikuti proses pungut hitung suara di TPS. Bahkan di antara mereka ada yang tidak dibayar sama sekali, sehingga para saksi tersebut ada yang berjanji tidak akan lagi mengambil pekerjaan serupa pada pemilu yang akan datang.
Hardiansyah, salah seorang saksi dari salah satu parpol mengatakan sampai saat ini ia masih merasa trauma dengan apa yang dialaminya saat menjadi saksi. Di mana ia harus menyaksikan proses panjang mulai dari persiapan pemungutan suara hingga selesai perekapan oleh KPPS untuk mendapatkan berkas C hasil penghitungan suara.
“Kita ibaratnya kerja kita sama dengan KPPS, hanya bebannya saja yang beda. Kita juga merasakan bagaimana pergi pagi pulang pagi,” tuturnya, Senin (19/02/2024). Adapun gaji yang diterimanya dikatakannya tidak sesuai dengan apa yang dikerjakan, di mana ia hanya dibayar Rp200 ribu saja dengan beban harus mendapatkan C hasil.
Rekapan C hasil sendiri tak bisa didapatkan begitu saja, melainkan harus menunggu proses dari KPPS sampai selesai. “Kita untuk DP diberikan uang Rp100 ribu, dan Rp100 ribu lagi kita diberikan apabila telah menyerahkan C hasil kepada caleg,” ungkapnya.
Gaji sebesar Rp200 ribu tentunya harus ditunjang juga dengan konsumsi yang memadai. Namun yang dialami Hardiansyah berbeda. Ia hanya mendapatkan konsumsi makan siang saja, sementara proses yang diikutinya untuk memperoleh C hasil masih begitu panjang. “Lelah kita jadi saksi ini dengan bayaran segitu, lebih baik jadi KPPS saja yang memang gajinya jauh lebih besar,” ungkapnya.
Berbeda, saksi dari parpol lainnya, Patoni mengaku sampai saat ini gajinya belum dibayar oleh caleg atau parpol yang memberikannya mandat kepadanya. Padahal ia dijanjikan mendapat gaji sebesar Rp500 ribu. “Sudah capek kita kerja malah belum diberikan gaji sampai saat ini. Terserah caleg itu gagal naik atau tidak, yang jelas tolong berikan hak kami yang sudah lelah bekerja,” terangnya.
Kondisi tersebut membuat Hardiansyah, Patoni dan para saksi pada pemilu 2024 merasa trauma dan tidak ingin menjadi saksi lagi pada pemilu selanjutnya. “Cukup sekian dan terima kasih untuk menjadi saksi lagi, mereka yang memberikan mandat hanya cari senangnya saja tapi abai terhadap kita,” pungkas Patoni. (den)