Mataram (Inside Lombok) – Program makan siang gratis yang dijanjikan pasangan calon presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka masih menimbulkan pro kontra terkait pendanaan. Isu yang beredar saat ini bahwa program tersebut akan menggunakan biaya operasional sekolah (BOS).
Ketua PGRI NTB, Yusuf menanggapi salah satu program yang akan menyasar anak-anak sekolah itu. Program tersebut dianggap terlalu cepat untuk dibahas karena pemerintahan baru belum juga belum terbentuk. “Kami juga tidak setuju jika menggunakan dana BOS, tapi kalau memang ada tambahan ya kami setuju,” katanya.
Jika menggunakan dana BOS yang sekarang dikhawatirkan tidak bisa membiayai kegiatan-kegiatan yang lain. Apalagi dana BOS yang diberikan saat ini juga dinilai masih kurang.
“PGRI dari pusat sampai daerah sudah satu instruksi kita akan menolak dengan anggaran yang sama kan,” katanya.Saat ini katanya, untuk tingkat SD yaitu sebesar Rp900 ribu per siswa dan SMP yaitu Rp1.2 juta per siswa per tahun. “Ini beda-beda dengan Lombok Barat dan Kota Mataram. Tapi sekitar itu,” lanjutnya.
Dangan penggunaan dan BOS untuk menyokong program makan gratis ini maka akan mempengaruhi insentif kepada para guru. Namun hal ini tergantung juga tergantung dari distribusi guru ke masing-masing satuan pendidikan. “Kan distribusi guru juga sudah berkurang dan ini yang dibiayai yang honor saja melalui dana BOS,” ungkapnya.
Selain untuk insentif guru, dana BOS juga digunakan untuk berbagai kegiatan kesiswaan. Namun jika nanti program makan gratis akan dilaksanakan oleh pemerintahan yang baru tahun 2025 mendatang, maka harus ada tambah dari alokasi yang diberikan saat ini. “Kalau ini benar akan direalisasikan maka harus ditambahkan anggaran dari yang sekarang,” jelas Yusuf.
Terkait dengan tambahan alokasi anggarannya, Yusuf tidak menyebutkan secara pasti. Karena biaya makan di masing-masing daerah di Indonesia berbeda-beda. “Ya tergantung biaya makanannya nanti. Karena biaya di setiap kabupaten kota itu berbeda-beda nanti,” tegasnya.
Selain itu, masalah penyediaan makanan bergizi seharusnya bukan murni urusan pendidikan melainkan kementerian yang lain salah satunya Kementerian Kesehatan. Dengan begitu kurang pas jika menggunakan anggaran pendidikan. (azm)