25.5 C
Mataram
Senin, 25 November 2024
BerandaDaerahNTBKekerasan dan Perundungan Jadi PR Besar Dunia Pendidikan

Kekerasan dan Perundungan Jadi PR Besar Dunia Pendidikan

Mataram (Inside Lombok) – Aksi kekerasan dan bullying atau perundungan kembali terjadi di lingkungan sekolah. Baru-baru ini viral video dua siswa madrasah ibtidaiyah (MI) di salah satu ponpes di Masbagik, Lombok Timur terlibat perkelahian hingga mengakibatkan salah satu di antaranya mengalami luka bocor di kepala.

Kasus perundungan di lingkungan sekolah bukan hanya sekali ini terjadi di NTB, melainkan sudah ada beberapa kasus yang ditemukan. Padahal lingkungan sekolah seharusnya menjadi tempat belajar. Kasus perundungan dan kekerasan ini pun sangat disayangkan, karena memberikan dampak negatif dan merugikan siswa dan pihak sekolah.

“Sekali lagi ini menunjukkan bahwa kekerasan dan bullying masih menjadi PR (pekerjaan rumah) besar dunia pendidikan,” ujar Ketua Pusat Studi Perlindungan Anak dan Disabilitas, Joko Jumadi, Kamis (28/3).

Lebih lanjut, perundungan nyatanya masih menjadi kasus yang harus benar-benar ditangani dengan berbagai upaya. Tidak hanya sebatas pada penyelesaian damai melalui mediasi saja, melainkan bagaimana upaya dilakukan oleh lingkungan sekolah maupun pemerintah untuk mengoptimalkan pencegahan agar kasus serupa tidak terjadi lagi.

Menurut Joko, implementasi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 46 tahun 2023 yang mengatur tentang pencegahan dan penanganan kekerasan dalam lingkungan satuan pendidikan di Indonesia. Peraturan ini hadir untuk melindungi peserta didik mendapatkan pendidikan yang aman, nyaman, dan menyenangkan. Sedangkan bagi pendidik dan tenaga kependidikan, peraturan ini mendapatkan perlindungan dalam bekerja.

“Ini menjadi sangat penting untuk diprioritaskan dinas pendidikan dan satuan pendidikan. Terlebih lagi ini ada di lingkungan MI yang ada di bawah Kemenag,” ungkapnya. Dalam kasus yang terjadi di Masbagik misalnya, belum ada upaya sistemik yang dilakukan oleh Kemenag (Kementerian Agama) maupun pihak ponpes terkait dengan adanya temuan kasus tersebut. Di mana permendikbud 46 tidak sepenuhnya akan diadopsi oleh Ponpes dan madrasah.

“Ya karena permendikbud hanya untuk sekolah umum sedangkan untuk di ponpes dan madrasah yang di bawah Kemenag tidak berlaku permendikbud tersebut. Di Kemenag yang ada sanya peraturan menteri agama nomor 73 tahun 2022 tentang pencegahan kekerasan seksual di satuan pendidikan dibawah Kemenag,” jelasnya.

Jika tidak mengadopsi permendikbud tersebut, maka tidak menutup kemungkinan kasus yang sama akan terulang kembali. “Biasanya pendekatannya hanya pendekatan hukum saja. Jadi didamaikan ya sudah selesai. Tidak ada upaya pencegahan dan rehabilitasi untuk anak itu,” ucapnya.

Hal ini sangat disayangkan, jika seperti ini maka bisa saja anak yang menjadi korban justru akan menjadi pelaku kasus bullying. Apalagi tidak ada upaya ataupun rehabilitasi dan yang menjadi korban bullying akan meninggalkan bekas trauma.

“Ya itu makanya harus ada upaya penanganan yang sistemik dan komprehensif, jangan sampai penanganan hanya seperti pemadam kebakaran. Makanya kasus akan selalu muncul kembali,” tuturnya.

Pada kasus perundungan yang terjadi di Madrasah salah satu ponpes di Masbagik di dalam video yang tersebar terdengar perekam video orang dewasa. Namun dari informasinya perekam merupakan siswa MTs. Sangat disayangkan karena perekam tidak melerai perkelahian tersebut. Bahkan kasus ini sudah diselesaikan pihak sekolah dan kedua belah pihak telah mengambil jalur damai.

“Karena kemungkinan anak masih dibawah 12 tahun maka memang proses hukum hanya sampai dikembalikan ke orangtua atau dibina di LPKS (Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial),” katanya.

Namun dalam hal ini, Joko menekankan jika terjadi perdamaian tidak berhenti pada perdamaian. Tapi bagiamana treatment dapat dilakukan kepada anak-anak yang terlibat, termasuk bagaimana treatment dilakukan oleh pemerintah kepada satuan Pendidikan.

“Treatment kepada anak juga harus dilakukan secara komprehensif dengan melibatkan tenaga profesional anak seperti pekerja sosial ataupun psikolog. Oleh karena itu saya mendorong Kemenag untuk proaktif untuk melakukan upaya-upaya pencegahan kekerasan di lingkungan madrasah termasuk di lingkungan ponpes,” demikian. (dpi)

- Advertisement -

- Advertisement -

Berita Populer