27.5 C
Mataram
Sabtu, 23 November 2024
BerandaHukumHeboh Tarik Paksa Kendaraan di Jalan, Kepala OJK NTB: Jangan Lihat Satu...

Heboh Tarik Paksa Kendaraan di Jalan, Kepala OJK NTB: Jangan Lihat Satu Sisi

Mataram (Inside Lombok) – Belakangan ini kasus penarikan paksa kendaraan di jalan masih saja terjadi. Atas berbagai kasus itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) NTB meminta agar dapat dilihat dari dua sisi, baik dari sudut pandang nasabah yang menjadi korban dan juga sudut pandang penagih atau debt collector.

Kepala OJK NTB, Rico Renaldy menyebutkan posisi debt collector sendiri merupakan pihak ketiga dan secara ketentuan diperbolehkan menggunakan jasa tersebut untuk menagih pembayaran kepada nasabah dengan beberapa syarat yang harus dipenuhi. Sedangkan nasabah yang dikejar-kejar oleh debt collector pada dasarnya karena nasabah itu juga bermasalah dalam pembayaran iuran.

“Itu juga harus dilihat posisinya di mana, jangan dilihat seakan-akan (nasabah) korban, itu harus kita pahami dulu. Jangan sampai kita itu tergiring opini. Makanya jangan melihat dari satu sisi. Kalau satu sisi di tampilan begini, seakan-akan itu sudah benar. Padahal di belakang kita enggak tahu ada apa,” ungkap Rico, Selasa (30/4).

Menurutnya, perusahaan pembiayaan menggunakan jasa debt collector untuk menagih pembayaran, karena posisi nabasah ini masuk dalam kategori nasabah wanprestasi. Sehingga nasabah yang ditagih oleh debt collector, hanya saja penanganannya harus diingatkan agar tidak merugikan kedua belah pihak.

Prosedur-prosedur yang dilakukan oleh perusahaan pembiayaan seperti, pendekatan awal, memberikan surat peringatan pertama kepada nasabah. Kemudian surat peringatan kedua dan sebagainya. Namun, nasabah masih saja ada yang tidak patuh. Tetapi tidak dibenarkan juga, jika debt collector menggunakan kekerasan kepada nasabah.

“Semuanya harus dilihat seimbang. Dengan kekerasan jelas tidak boleh dan pemaksaan juga tidak boleh. Aturannya juga sudah jelas secara teknisnya gimana, ada sertifikasi, resmi dan ada penunjukan juga dari financenya,” bebernya.

Sebagaimana diketahui belum lama ini terjadi penarikan paksa kendaraan roda empat di wilayah Mataram. Bahkan sempat terjadi cekcok antara nasabah dengan oknum debt collector, sehingga korban melaporkan kejadian tersebut ke pihak kepolisian. Padahal, dalam penarikan kendaraan dilakukan sesuai dengan prosedur yang ada.

“Secara hukumnya sudah nggak benar, kalau seperti itu bisa saja diselesaikan dengan duduk bersama dengan finance nya. Dibicarakan kalau seperti ada solusinya apakah di perpanjangan, keringanan bayar margin saja, nanti bagaimana hitungannya. Kedekatan personal itu jauh lebih penting,” demikian. (dpi)

- Advertisement -

- Advertisement -

Berita Populer