Mataram (Inside Lombok) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI secara resmi telah membuka keran ekspor benih bening lobster (BBL), sebelumnya ditutup pada 2021 lalu. Meskipun sudah dibuka kembali, namun untuk tata Kelola pembelian BBL untuk ekspor terpusat di Badan Layanan Usaha (BLU) Kementerian Kelautan Perikanan (KKP).
Pembukaan kembali keran ekspor tersebut, tertuang di dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 7 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.) dan Rajungan (Portnusspp.) yang mulai berlaku pada 21 Maret 2024. Dimana pemerintah provinsi NTB melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (Dislutkan) NTB menolak tata kelola itu berpusat di BBL KPP.
“Aspek penjualan melalui BLU KKP. Kita notabenenya diatur undang-undang yang memiliki potensi mengatur sumber daya kelautan perikanan nol sampai 12 mil laut, kok tidak mendapat nilai tambah apa-apa,” ungkap Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (Dislutkan) NTB, Muslim, Rabu (15/5).
Dikatakan, daerah diberikan kewajiban oleh pusat untuk memverifikasi kelompok -kelompok penangkap BBL di daerah, sekaligus menerbitkan SKnya. Selain itu, daerah juga diberikan tugas untuk membagi kuota penangkapan BBL yang disiapkan oleh KKP kepada masing-masing nelayan tangkap.
“Tanggungjawab dilimpahkan pusat ke provinsi ini tentu memiliki konsekuensi dalam pelaksanaannya. Tetapi secara ekonomi, semua uang itu masuk ke pusat gitu lho. Itu yang kita soroti. Provinsi tidak dapat apa-apa jadinya,” bebernya.
Diakui secara sosial kemasyarakatan, dengan dibukanya kembali penjualan BBL menjadi kesempatan bagi masyarakat untuk menangkap kembali benur. Masyarakat akan mendapatkan kembali nilai tambah dari hasil sumber daya kelautan di sekitarnya. “Harapan kami di daerah pemerintah pusat melalui KKP memberikan apresiasi atau penghargaan kepada daerah,” ucapnya.
Dua hal yang dimaksud adalah, harapannya diberikan penuh kewenangan pengelolaan sumber daya kelautan perikanan dari 0-12 mil laut untuk pemanfaatannya. Kemudian, sebagai yang diberikan kewenangan untuk melakukan pembinaan kepada masyarakat, menyampaikan laporan, dan melakukan pengawasan laut sampai 12 mil.
“Kita mau ngawasi pakai apa, uangnya semua masuk ke pusat. Itu harapan kita. Pertama apresiasi, kedua saling menghargai secara proporsional. Jangan kita dikasih beban saja,” tuturnya.
Lebih lanjut, pemerintah juga harus memberikan perhatian. Agar tata kelola atau pembelian benih lobster untuk ekspor ini diberikan kepada daerah melalui BLUDnya. “Mungkin bisa proporsinya dibagi, BLU KKP dan BLUD Dinas Kelautan Perikanan di daerah lebih berkeadilan,” imbuhnya.
Sebagai informasi, ada satu poin diatur dalam Permen KP terbaru ini yaitu, investor memperoleh BBL untuk kegiatan pembudidayaan dari BLU KKP yang membidangi perikanan budidaya yang telah menandatangani dokumen perjanjian dengan pemerintah Indonesia. (dpi)